Inilah Poin-Poin Revisi Undang-Undang TNI yang Timbulkan Rasa Khawatir di Masyarakat

- IG/puspentni
Jakarta, WISATA – Pembahasan revisi Undang-undang TNI yang baru-baru ini diadakan di sebuah hotel mewah di Jakarta, menimbulkan reaksi di masyarakat luas.
Sejumlah aktivis bahkan menggedor hotel tempat pembahasan revisi undang-undang tersebut yang diadakan saat akhir pekan dan secara tertutup. Kekhawatiran masyarakat tersebut terutama adalah soal dwifungsi ABRI yang memberikan akses luas bagi prajurit aktif ke jabatan sipil strategis, akan berpotensi menjadikan ketimpangan dalam sistem karier ASN.
Revisi Undang-Undang TNI yang dibahas oleh Komisi Pertahanan DPR dikonfirmasi hanya mencakup tiga pasal utama, yaitu Pasal 3, 47, dan 53. Perubahan utama difokuskan pada Pasal 47, yang menambahkan daftar jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Sebelumnya, hanya sepuluh posisi yang diperbolehkan, namun jumlah ini ditambah berdasarkan ketentuan dalam berbagai undang-undang terkait. Beberapa posisi yang termasuk dalam revisi tersebut antara lain koordinator bidang politik dan keamanan negara, intelijen negara, kejaksaan, dan penanggulangan bencana.
Usulan revisi ini menuai kritik dari kelompok masyarakat sipil, yang menyatakan bahwa kebijakan ini berisiko mengaburkan batas antara ranah sipil dan militer serta dapat melemahkan prinsip supremasi sipil dan meritokrasi dalam aparatur sipil negara. Namun, kekhawatiran tersebut ditepis oleh Ketua Panitia Kerja revisi UU TNI, yang menegaskan bahwa revisi ini tetap mengutamakan prinsip supremasi sipil dan bertujuan memberikan batasan yang lebih jelas.
Revisi Pasal 47 ayat (1) UU TNI yang diusulkan mencakup beberapa posisi yang dapat diisi prajurit aktif, antara lain:
- Koordinator bidang politik dan keamanan negara.
- Pertahanan negara.
- Dewan pertahanan nasional.
- Kesekretariatan negara yang menangani urusan presiden dan militer.
- Intelijen negara.
- Siber dan sandi negara.
- Lembaga ketahanan nasional.
- Search and rescue (SAR) nasional.
- Narkotika nasional.
- Pengelola perbatasan.
- Kelautan dan perikanan.
- Penanggulangan bencana.
- Penanggulangan terorisme.
- Keamanan laut.
- Kejaksaan Republik Indonesia.
- Mahkamah Agung.
Dimana sebelum revisi hanya ada sepuluh posisi yang bisa diisi, namun kini bertambah karena adanya ketentuan dalam berbagai undang-undang institusi terkait.