Kritik dan Harapan Terhadap Pembentukan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
- Istimewa
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia adalah kurangnya keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja di negara tujuan. Yoyok Pitoyo menekankan pentingnya peningkatan keterampilan calon pekerja migran untuk meningkatkan daya saing mereka. Ia menyarankan dibentuknya lembaga vokasi baru di bawah Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang fungsinya adalah untuk menyiapkan tenaga kerja terampil di bidangnya agar dapat lebih kompetitif di pasar global.
Sayangnya, selama ini, pendidikan dan pelatihan vokasi bagi pekerja migran masih mengalami tumpang tindih antara Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pendidikan. Situasi ini mengakibatkan kebingungan di kalangan calon pekerja migran mengenai lembaga mana yang harus mereka ikuti untuk mendapatkan pelatihan yang sesuai dan berkualitas. Oleh karena itu, keberadaan lembaga vokasi baru yang jelas dan terpisah dari kementerian lainnya menjadi semakin penting untuk memastikan calon pekerja migran mendapatkan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Menurut sebuah studi oleh International Labour Organization (ILO), peningkatan keterampilan dan pelatihan yang sesuai dapat meningkatkan peluang pekerja migran untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan upah yang lebih tinggi. Oleh karena itu, lembaga vokasi yang diusulkan Yoyok ini harus fokus pada pengembangan keterampilan praktis yang sesuai dengan permintaan pasar di negara-negara tujuan, sehingga calon pekerja migran dapat lebih siap menghadapi tantangan di luar negeri.
Peran BP2MI: Regulator dan Pengawasan
Dalam konteks perlindungan pekerja migran, penting untuk diingat bahwa BP2MI berperan sebagai regulator dan pengawas, bukan sebagai eksekutor dalam penempatan pekerja migran. Peran ini mengedepankan pentingnya tata kelola yang baik dalam pengelolaan tenaga kerja migran. Namun, perlu ditekankan bahwa BP2MI memiliki tumpang tindih dalam tugas pokok dan fungsi sebagai regulator teknis dan eksekutor.
Walaupun berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 diperkenankan BP2MI menjadi lembaga yang dapat mengirimkan pekerja migran, hal ini hanya dimungkinkan atas permintaan negara yang bersangkutan. Di luar itu, seharusnya Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang melakukan penempatan, agar P3MI memiliki semangat untuk mengejar target cakupan penempatan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebagai contoh, model Business to Business (B2B) dalam penempatan pekerja migran dapat memberikan kesempatan yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat. Di dalam kerangka kerja sama Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), terdapat peluang untuk meningkatkan kerjasama dalam penempatan tenaga kerja yang saling menguntungkan. Model ini memungkinkan perusahaan di Indonesia untuk bekerja sama dengan perusahaan di Australia dalam merekrut dan menempatkan tenaga kerja, sehingga bisa meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko penempatan yang tidak sesuai.