Tradisi Grebek Kupat Tumpeng Syawalan di Kota Batu dan Makna Filosofis Ketupat Sunan Kalijogo
- rri.co.id
Batu, WISATA – Pemerintah Kota Batu (Pemkot) berupaya melestarikan tradisi kebudayaan jawa, yang diwujudkan melalui Grebek Kupat Tumpeng Syawalan, pada Rabu (17/4/2024). Gelaran Kebudayaan ini dilakukan untuk memperingati hari raya kupat pada H+7 lebaran menurut tradisi jawa. Agenda yang diselenggarakan Dinas Pariwisata Kota Batu ini bakal jadi event tahunan.
Tumpeng Ketupat Raksasa diketahui terdiri dari total ada sekitar 1.445 ketupat disusun menjadi satu. Dan tumpeng raksasa tersebut dikarak keliling terlebih dahulu dari garis start di Rumah Dinas Wali Kota Batu, hingga sampai pada sesi grebeg kupat. Selain ketupat, peserta juga mengarak tumpeng hasil bumi lainnya seperti tomat, wortel, apel hingga sayur-mayur lainnya. Bahkan Sebelum digrebeg warga, tumpeng ini juga melalui proses didoakan oleh para tokoh spiritual.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu Arief As Shidiq menyampaikan, event tradisi ini baru dilakukan untuk pertama kalinya. Disebutkan bahwa kegiatan tersebut merupakan komitmen pihak Pemkot Batu, dalam menjaga tradisi leluhur Hari Syawal atau lebih dikenal dengan Lebaran Ketupat secara rutin.
Ketupat dalam tradisi budaya Jawa memiliki makna filosofis untuk saling mengakui kesalahan dan memaafkan. Ketupat berasal dari istilah bahasa Jawa, yaitu 'ngaku lepat' (mengakui kesalahan dan laku papat, empat tindakan). Tradisi ini diawali salah satu Wali Songo, Sunan Kalijaga yang mengawinkan budaya Jawa dan prinsip-prinsip Islam.
Sunan Kalijaga juga mengaitkan ketupat dengan konsep Laku Papat, yang berarti empat tingkah laku utama manusia. Keempat tingkah laku tersebut adalah Lebaran (kemenangan atas hawa nafsu dan kesempurnaan ibadah selama bulan Ramadhan), Luberan (melambangkan limpahan berkah dan karunia dari Allah SWT), Leburan (menggambarkan proses peleburan dosa dan kesalahan selama setahun), dan Laburan (merupakan simbol pensucian diri dan hati).
Sementara itu bentuk ketupat yang segi empat pun tak luput dari makna filosofis. Empat sisi ketupat melambangkan empat penjuru mata angin, yaitu timur, barat, selatan, dan utara. Hal ini mengingatkan manusia untuk selalu menghadap kiblat dalam beribadah dan menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan agama.
Tradisi Ketupat tidak hanya sarat makna filosofis, tetapi juga menjadi tradisi yang mempererat silaturahmi antar keluarga dan masyarakat. Tradisi saling berbagi ketupat saat Lebaran merupakan wujud rasa syukur atas nikmat dan keberkahan yang telah diberikan Allah SWT.