Benarkah Jokowi Mengidap Penyakit Kulit? Begini Fakta dan Spekulasi yang Beredar!
- IG/innfoa1
Jakarta, WISATA – Belakangan ini, kondisi kulit wajah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi perbincangan hangat di media sosial. Foto-foto yang beredar menunjukkan perubahan mencolok pada kulit wajah dan lehernya, memicu spekulasi tentang kemungkinan penyakit kulit serius.
Namun, apakah benar Jokowi mengidap penyakit berbahaya, ataukah ini hanya hoaks yang berkembang di dunia maya?
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Jokowi diduga mengalami Sindrom Stevens-Johnson (SJS), sebuah gangguan kulit langka yang bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat. SJS biasanya muncul sebagai reaksi parah terhadap obat-obatan tertentu atau infeksi, menyebabkan lepuhan dan pengelupasan kulit yang luas.
Namun, ajudan pribadi Jokowi, Kompol Muhammad Fitriansyah, membantah spekulasi tersebut dan menegaskan bahwa Jokowi hanya mengalami reaksi alergi kulit biasa yang sedang dalam proses pemulihan. Ia juga memastikan bahwa kondisi tersebut bukan penyakit autoimun atau gangguan kesehatan serius lainnya.
Para ahli dermatologi yang menanggapi isu ini menyatakan bahwa tanpa pemeriksaan langsung, sulit untuk memastikan apakah Jokowi benar-benar mengalami SJS atau hanya alergi biasa. Dr. Tifauzia Tyassuma, seorang dokter yang sering mengomentari isu kesehatan, menyebutkan bahwa perubahan kulit yang dialami Jokowi bisa saja disebabkan oleh reaksi alergi terhadap lingkungan atau makanan tertentu.
Selain itu, beberapa dokter spesialis kulit menekankan bahwa perubahan cuaca ekstrem dapat memicu reaksi alergi pada seseorang, terutama setelah melakukan perjalanan ke luar negeri. Jokowi diketahui baru saja kembali dari kunjungan ke Vatikan, dan ajudannya menyebutkan bahwa alergi baru muncul setelah beberapa hari berada di Indonesia.
Di media sosial, netizen terbagi dalam dua kubu. Sebagian percaya bahwa Jokowi memang mengalami penyakit kulit serius dan mendesak adanya klarifikasi lebih lanjut dari pihak terkait. Sementara itu, sebagian lainnya menganggap bahwa isu ini dibesar-besarkan dan hanya sekadar spekulasi tanpa bukti medis yang jelas.