Yogyakarta Etnaprana: Menemukan Keseimbangan Jiwa di Desa Wisata Berkelanjutan
- Image Creator Grok/Handoko
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, yang baru dilantik Oktober 2024, punya visi besar buat Jogja. Dalam wawancara (17 Februari 2025), dia bilang, “Jogja punya potensi jadi ikon wellness dan sustainable tourism di Indonesia. Kami lagi dorong desa wisata biar nggak cuma jadi tempat singgah, tapi juga tempat orang belajar hidup seimbang.” Program kayak pelatihan buat pengelola desa wisata sama promosi destinasi baru di luar Malioboro jadi fokus utama.
Widiyanti juga bilang kalau Jogja harus jaga keseimbangan antara ekonomi, lingkungan, dan budaya. Makanya, di 2025, Kementerian Pariwisata bakal kolaborasi sama Kementerian Ekonomi Kreatif buat bikin event yang angkat desa wisata Jogja ke panggung dunia.
Pengalaman Nyata: Jiwa yang Pulang
Biar lebih hidup, kita denger cerita dari orang-orang yang udah ngerasain etnaprana Jogja. Misalnya, Rina, wisatawan dari Jakarta, cerita di X, “Aku ke Desa Pentingsari cuma mau lihat sawah, eh malah ikut bikin canang sama warga. Pulangnya rasanya tenang banget, kayak jiwa aku pulang.” Atau ada juga David, turis dari Belanda, yang nulis di blognya (davidstravelnotes.com, diakses 20 Februari 2025), “Meditasi di Kembangarum sambil denger suara burung bikin aku lupa sama stres di kantor.”
Pengalaman kayak gini yang bikin desa wisata Jogja beda. Nggak cuma soal tempat, tapi juga soal perasaan yang dibawa pulang.
Jogja, Rumahnya Jiwa
Jadi, apa yang bikin Yogyakarta jadi tempat etnaprana terbaik? Kombinasi budaya yang kaya, alam yang masih asri, dan desa wisata yang bikin kita ngerasa hidup lagi. Dari Pentingsari sampe Purbayan, dari Kembangarum sampe ratusan desa lain, Jogja nawarin keseimbangan yang susah dilupain. Dengan dukungan pemerintah dan kesadaran warga, Jogja nggak cuma jadi destinasi, tapi juga “rumah” buat jiwa yang lagi nyari ketenangan.