Konsepsi Eudaimonia: Kebahagiaan yang Berkelanjutan Aristoteles dalam "Nikomakhos Etika"
- Image Creator/Handoko
Malang, WISATA - Aristoteles, filsuf besar dari Yunani kuno, mengajukan konsep eudaimonia dalam karyanya yang monumental, "Nikomakhos Etika." Dalam artikel ini, kita akan menelusuri konsepsi eudaimonia Aristoteles, memahami maknanya sebagai kebahagiaan yang berkelanjutan, dan menyoroti relevansinya dalam konteks kehidupan modern.
Eudaimonia dalam Pemikiran Aristoteles
Eudaimonia, sebuah istilah Yunani yang sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan," adalah salah satu konsep sentral dalam filsafat Aristoteles. Namun, Aristoteles memahami eudaimonia lebih dari sekadar kesenangan atau kepuasan materi. Baginya, eudaimonia adalah keadaan yang dicapai ketika seseorang mencapai potensi tertinggi mereka sebagai manusia dan hidup sesuai dengan tujuan sejati kehidupan.
Konsep Eudaimonia dalam "Nikomakhos Etika"
Dalam "Nikomakhos Etika," Aristoteles menjelaskan bahwa eudaimonia bukanlah tujuan sementara atau kepuasan jangka pendek, tetapi merupakan kebahagiaan yang berkelanjutan dan terus-menerus. Untuk mencapai eudaimonia, seseorang harus hidup sesuai dengan kebajikan (arete) dan mempraktikkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan kebijaksanaan moral.
Hubungan Eudaimonia dengan Kebajikan
Menurut Aristoteles, kebajikan adalah kunci untuk mencapai eudaimonia. Ada dua jenis kebajikan dalam "Nikomakhos Etika": kebajikan moral (moral virtue) dan kebajikan intelektual (intellectual virtue). Kebajikan moral melibatkan tindakan-tindakan yang baik dan etis dalam hubungan dengan orang lain, sementara kebajikan intelektual melibatkan pengetahuan dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan.