Konsepsi Eudaimonia: Kebahagiaan yang Berkelanjutan Aristoteles dalam "Nikomakhos Etika"

Aristoteles di Laboratorium
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Malang, WISATA - Aristoteles, filsuf besar dari Yunani kuno, mengajukan konsep eudaimonia dalam karyanya yang monumental, "Nikomakhos Etika." Dalam artikel ini, kita akan menelusuri konsepsi eudaimonia Aristoteles, memahami maknanya sebagai kebahagiaan yang berkelanjutan, dan menyoroti relevansinya dalam konteks kehidupan modern.

25 Kutipan Terbaik Albert Einstein tentang Agama dan Kebahagiaan: Renungan Seorang Ilmuwan Jenius

Eudaimonia dalam Pemikiran Aristoteles

Eudaimonia, sebuah istilah Yunani yang sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan," adalah salah satu konsep sentral dalam filsafat Aristoteles. Namun, Aristoteles memahami eudaimonia lebih dari sekadar kesenangan atau kepuasan materi. Baginya, eudaimonia adalah keadaan yang dicapai ketika seseorang mencapai potensi tertinggi mereka sebagai manusia dan hidup sesuai dengan tujuan sejati kehidupan.

Jules Evans: Kebahagiaan Itu Dibangun dari Dalam, Bukan Dicari di Luar

Konsep Eudaimonia dalam "Nikomakhos Etika"

Dalam "Nikomakhos Etika," Aristoteles menjelaskan bahwa eudaimonia bukanlah tujuan sementara atau kepuasan jangka pendek, tetapi merupakan kebahagiaan yang berkelanjutan dan terus-menerus. Untuk mencapai eudaimonia, seseorang harus hidup sesuai dengan kebajikan (arete) dan mempraktikkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan kebijaksanaan moral.

Seneca: Ukuran Kekayaan Bukan Soal Banyak, Tapi Tahu Kapan Cukup

Hubungan Eudaimonia dengan Kebajikan

Menurut Aristoteles, kebajikan adalah kunci untuk mencapai eudaimonia. Ada dua jenis kebajikan dalam "Nikomakhos Etika": kebajikan moral (moral virtue) dan kebajikan intelektual (intellectual virtue). Kebajikan moral melibatkan tindakan-tindakan yang baik dan etis dalam hubungan dengan orang lain, sementara kebajikan intelektual melibatkan pengetahuan dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan.

Halaman Selanjutnya
img_title