WOLBACHIA: Kata Pakar UGM, Nyamuk Wolbachia Aman Bagi Manusia dan Mampu Turunkan Kasus DBD
- ugm.ac.id
Yogyakarta, WISATA – World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta akan melakukan penyebaran jutaan telur nyamuk Wolbachia di kabupaten Buleleng dan kota Denpasar, Bali untuk mengantisipasi penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) pada musim penghujan mendatang.
Namun rencana pelepasan telur nyamuk Wolbachia tersebut ditangguhkan, menyusul pro kontra di masyarakat atas kekhawatiran, jika terjadi dampak kesehatan pada tubuh manusia akibat pelepasan nyamuk Wolbachia tersebut.
Menanggapi penolakan masyarakat Bali tersebut, Peneliti Pusat kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D. mengatakan, hal tersebut lumrah, sebab saat pelepasan telur nyamuk Wolbachia di beberapa lokasi di Yogyakarta sebelumnya, juga sempat menuai penolakan. Namun, setelah dilakukan sosialisasi dan mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten dan kota, akhirnya program tersebut bisa terlaksana.
Pelepasaan jutaan telur nyamuk Wolbachia di populasi nyamuk Aedes aegypti, berpotensi untuk menekan penularan virus dengue atau DBD, sebab, melepaskan nyamuk ber-Wolbachia jantan dan betina dalam waktu sekitar 6 bulan, agar sebagian besar nyamuk di populasi memiliki Wolbachia.
“Diharapkan nantinya dapat menurunkan penularan virus dengue” ujar Riris pada hari Jumat (17/11/2023) lalu.
Lebih jauh ia menjelaskan, saat nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia, maka telurnya tidak akan menetas, namun bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-Wolbachia, seluruh telurnya akan menetas.
Selanjutnya, bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-Wolbachia, maka keturunannya semua akan menetas dan mengandung Wolbachia.
Soal kekhawatiran sebagian masyarakat yang menyebut bahwa Wolbachia bisa menginfeksi ke tubuh manusia, dengan tegas Riris mengatakan, bahwa Wolbachia tidak menginfeksi manusia dan tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain, Wolbachia bahkan tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik.
Riris menyatakan, dari penelitian, teknologi Wolbachia sudah dilakukan di Yogyakarta selama 12 tahun sejak tahun 2011 lalu.
Di dunia, kata Riris, studi pertama Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) dilakukan di Yogyakarta dengan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT).
Dari hasil studi AWED menunjukkan, bahwa nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia mampu menurunkan kasus dengue sebesar 77.1% dan menurunkan rawat inap karena dengue sebesar 86%.
Bahkan dari hasil studi tersebut dan hasil di beberapa negara lain yang menerapkan teknologi WMP, teknologi Wolbachia untuk pengendalian Dengue telah direkomendasikan oleh WHO Vector Control Advisory Group sejak tahun 2021.
Terkait dukungan permintaan hasil kajian dan rekomendasi Kemenkes terkait pelepasan telur nyamuk Wolbachia ini, Riris mengatakan secara paralel Kementerian Kesehatan, tengah menyusun strategi nasional penanggulangan dengue, dan teknologi Wolbachia merupakan bagian dari inovasi program pengendalian dengue.
“Kementerian Kesehatan selanjutnya merencanakan implementasi secara bertahap,” terangnya.
Seperti diketahui, Wolbachia adalah bakteri alami dari 6 dari 10 jenis serangga.
Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue, sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue.
Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak.
Melalui mekanisme tersebut, Wolbachia berpotensi menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk, sebab nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik, mengingat bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh Aedes aegypti identik dengan Wolbachia yang ada di inang aslinya yaitu Drosophila melanogaster.
“Perlu diketahui, nyamuk Aedes Aegypti berwolbachia bukan hasil modifikasi genetik,” katanya.
Dari sisi aspek keamanan wolbachia, ujarnya, hasil analisis risiko yang diinisiasi oleh Kemenristekdikti dan Balitbangkes, Kemenkes, pada tahun 2016 dengan membentuk 20 orang anggota tim independen dari berbagai kepakaran menyebutkan, bahwa nyamuk Wolbachia memiliki tingkat risiko rendah bagi manusia dan lingkungannya.
“Kesimpulan mereka bahwa pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia masuk pada risiko sangat rendah, dimana dalam 30 tahun ke depan, peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan,” katanya.
(Sumber: ugm.ac.id)