Seneca: Ujian Membuat Bijak, Kemewahan Justru Bisa Menumpulkan Nurani
- Cuplikan layar
Malang, WISATA - “We become wiser by adversity; prosperity destroys our appreciation of the right.”
Begitulah salah satu kutipan abadi dari Lucius Annaeus Seneca, filsuf Stoik terkemuka dari Romawi Kuno. Dalam kalimat singkat ini, ia menggambarkan kenyataan hidup yang sering luput kita sadari: bahwa kebijaksanaan sejati justru tumbuh dari penderitaan, bukan dari kenyamanan atau kemewahan.
Seneca bukan sekadar penulis bijak; ia mengalami secara langsung pasang surut kehidupan sebagai penasihat politik, cendekiawan, dan korban fitnah dalam pemerintahan Romawi. Melalui ajaran Stoikisme, ia meninggalkan warisan pemikiran bahwa penderitaan adalah guru terbaik, sementara kelimpahan seringkali memperlemah prinsip hidup yang benar.
Ujian Hidup Membentuk Manusia yang Tangguh
Dalam kehidupan nyata, kebanyakan dari kita lebih mengingat pelajaran berharga dari saat-saat sulit ketimbang dari masa-masa nyaman. Ketika diuji, entah oleh kehilangan, kegagalan, penyakit, atau tekanan hidup lainnya, kita dipaksa untuk refleksi, bertumbuh, dan mengevaluasi kembali nilai-nilai yang selama ini kita pegang.
Seneca menyadari hal ini sejak lama. Ia percaya bahwa kesulitan membentuk karakter dan melahirkan kebijaksanaan. Seperti besi yang ditempa agar kuat, manusia pun perlu mengalami panasnya ujian agar bisa menjadi pribadi yang tahan banting.
Kemewahan yang Meninabobokan Kesadaran
Di sisi lain, Seneca mengingatkan bahwa kemakmuran dan kenyamanan, jika tidak diimbangi dengan kebijaksanaan, bisa membuat manusia lupa akan nilai-nilai kebenaran. Ketika segala sesuatu tersedia dengan mudah, manusia cenderung mengabaikan perjuangan, kehilangan empati, dan terjebak dalam pola pikir serba instan.