Ryan Holiday: Seni Menundukkan Ego di Era Media Sosial
- Cuplikan Layar
Jakarta, WISATA – Di era digital yang dipenuhi sorotan kamera, likes, followers, dan pencitraan diri, godaan untuk memperbesar ego terasa semakin kuat. Media sosial menciptakan panggung tanpa akhir, tempat semua orang berlomba-lomba tampil sempurna. Di tengah arus narsisme digital ini, nama Ryan Holiday mencuat sebagai suara yang berbeda—tegas namun tenang, mengajak kita kembali pada kesederhanaan dan kerendahan hati.
Melalui karyanya yang terkenal, Ego Is the Enemy, Ryan Holiday menyampaikan pesan yang kontras dengan budaya zaman sekarang: bahwa ego bukanlah kekuatan, tetapi musuh dalam selimut. Ia percaya bahwa orang yang benar-benar hebat adalah mereka yang mampu menundukkan egonya—bukan yang paling keras bersuara, tetapi yang paling tenang dalam berkarya.
Ego: Penghalang Kemajuan yang Tak Terlihat
Holiday menjelaskan bahwa ego sering menyamar sebagai ambisi, kepercayaan diri, atau semangat juang. Tapi pada dasarnya, ego adalah bisikan batin yang ingin dikagumi, diakui, dan dipuja. Ego membuat kita menolak kritik, merasa paling tahu, dan mengabaikan proses.
Di era media sosial, ego menemukan panggungnya. Kita mulai mengukur nilai diri berdasarkan komentar orang lain. Kita lebih sibuk membangun citra ketimbang membangun karakter. Kita merasa harus selalu terlihat sukses, bahkan ketika hati sedang hampa.
Holiday menegaskan bahwa ego yang tidak dikendalikan adalah awal dari kejatuhan. Banyak orang gagal bukan karena kurang kemampuan, tetapi karena terlalu percaya diri, menutup diri dari masukan, dan tidak mau belajar.
Kerendahan Hati: Kekuatan Sejati di Dunia yang Bising