Hidup untuk Orang Lain, Jalan Menuju Kehidupan Sejati

Seneca Filsuf Stoicisme
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA — Filsuf Stoik Romawi, Seneca, pernah menyampaikan sebuah kalimat yang menggugah: “You must live for another if you wish to live for yourself.” Dalam bahasa Indonesia, ini berarti: “Engkau harus hidup untuk orang lain jika ingin hidup untuk dirimu sendiri.” Pernyataan ini mengandung makna mendalam tentang esensi kehidupan yang sejati — bahwa makna hidup yang paling utuh justru ditemukan ketika kita menjadikannya berguna bagi sesama.

Seneca dan Kebijaksanaan dalam Memberi dan Menerima

Dalam dunia yang semakin individualistis, pesan Seneca ini menjadi semacam pengingat bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kita tidak hidup dalam ruang hampa, tetapi saling terhubung satu sama lain. Maka, hidup tidak cukup hanya untuk mengejar kebahagiaan pribadi, kekayaan, atau pencapaian material. Hidup juga tentang berbagi, memberi, dan hadir bagi orang lain.

Ajaran Seneca ini sejalan dengan pemikiran para filsuf besar lainnya, termasuk Plato dan Aristoteles, yang meyakini bahwa kebahagiaan tertinggi (eudaimonia) hanya bisa dicapai melalui kehidupan yang dijalani secara etis dan bermanfaat bagi komunitas. Hidup yang berpusat pada diri sendiri cenderung kosong dan cepat kehilangan arah, sementara hidup yang dibagikan kepada orang lain menjadi lebih bermakna dan tahan lama.

Seneca: Jangan Habiskan Waktu dengan Mengeluh

Penelitian dalam bidang psikologi positif juga menguatkan pandangan ini. Orang-orang yang merasa hidup mereka berarti biasanya memiliki keterlibatan sosial yang tinggi — mereka menjadi relawan, mendampingi anggota keluarga yang sakit, atau terlibat dalam kegiatan sosial. Dengan memberikan waktu dan energi untuk orang lain, mereka justru merasa lebih bahagia dan puas terhadap hidup mereka sendiri.

Seneca tidak mengajak kita melupakan diri sendiri, tetapi justru memahami bahwa dengan memberi kepada orang lain, kita sedang memperkaya diri sendiri. Ketika seseorang menjadi pendengar yang baik bagi sahabatnya, membantu tetangga tanpa pamrih, atau mendidik anak-anaknya dengan kasih sayang, ia sebenarnya sedang membangun fondasi kehidupan yang bermakna dan utuh.

Seneca: Perjalanan Terbaik Adalah Perjalanan Ke Dalam Diri

Dalam konteks budaya Indonesia, prinsip ini sangat akrab. Konsep gotong royong, musyawarah, dan kepedulian terhadap keluarga besar telah menjadi warisan budaya yang menempatkan nilai-nilai kolektif di atas kepentingan pribadi. Orang yang hidup untuk keluarganya, untuk komunitasnya, sering kali dipandang sebagai sosok yang paling bijaksana dan mulia — bahkan meskipun ia bukan orang terkaya atau paling sukses secara materi.

Seneca mengingatkan bahwa makna hidup tidak ditemukan di dalam diri saja, tetapi dalam relasi dengan orang lain. Dan sebaliknya, siapa pun yang mengasingkan diri sepenuhnya demi kepentingan pribadi justru kehilangan jati dirinya sebagai manusia.

Halaman Selanjutnya
img_title