Filsafat dan Kematian: Mengapa Para Filsuf Mempersiapkan Diri untuk Mati

Socrates
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Socrates menyebut bahwa "orang biasa"—yakni mereka yang belum mendalami filsafat—tidak menyadari atau memahami konsep ini. Mereka terikat pada kenikmatan duniawi: kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan reputasi. Ketika semua itu perlahan menghilang seiring usia dan waktu, muncullah rasa takut akan kehilangan dan kematian.

Bagaimana Seneca Menanggapi Kematian dengan Penuh Kebijaksanaan

Filsafat mengajak manusia untuk melepaskan keterikatan tersebut dan menyadari bahwa hidup bukan hanya tentang materi, tetapi tentang bagaimana kita memaknai keberadaan. Ketika seseorang memahami ini, kematian tidak lagi menakutkan, melainkan menjadi bagian dari perjalanan menuju kebenaran dan ketenangan hakiki.

Kematian Bukanlah Musuh

Socrates dan Seni Bertanya: Cara Menemukan Kebenaran Lewat Dialog

Socrates bukan satu-satunya tokoh yang memandang kematian secara positif. Banyak filsuf dan pemikir setelahnya, seperti Seneca, Epictetus, hingga Marcus Aurelius, juga menyampaikan hal serupa. Dalam Stoisisme, misalnya, manusia diajak untuk merenungkan kematian (memento mori) setiap hari, bukan untuk merasa ngeri, tetapi untuk menghidupi setiap momen dengan kesadaran penuh.

Kematian bukan musuh, tetapi pengingat bahwa hidup memiliki batas. Justru karena hidup terbatas, maka setiap keputusan, ucapan, dan tindakan kita menjadi sangat berarti.

Socrates: Filosofi Hidup yang Membuat Kita Tidak Takut Mati

Pentingnya Membiasakan Diri Berpikir Filsafati

Di zaman modern, mungkin terasa sulit untuk hidup seperti para filsuf zaman dulu. Kita dikelilingi oleh tuntutan sosial, teknologi yang serba cepat, dan tekanan hidup yang besar. Namun, esensi dari ajaran Socrates tetap relevan: berhenti sejenak, berpikir, dan mencari makna.

Halaman Selanjutnya
img_title