Paulo Freire: “Mereka yang mengajar harus terus belajar. Mereka yang belajar harus terus mengajar.”

"Pedagogy of the Oppressed" – Paulo Freire
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA - Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan dan penulis legendaris asal Brasil, tidak henti-hentinya menginspirasi dunia pendidikan dengan gagasan-gagasannya yang mendalam dan membebaskan. Salah satu kutipan terkenalnya, “Mereka yang mengajar harus terus belajar. Mereka yang belajar harus terus mengajar,” menjadi refleksi kuat tentang relasi dinamis antara guru dan murid, antara pengajar dan pembelajar.

Warisan Pemikiran René Descartes dalam Dunia Filsafat dan Ilmu Modern

Kutipan ini bukan sekadar kalimat indah. Ia adalah landasan filosofis dalam memaknai proses pendidikan sebagai hubungan yang setara, saling melengkapi, dan terus berkembang. Dalam dunia yang berubah begitu cepat, tidak ada tempat bagi sikap merasa paling tahu atau berhenti belajar. Freire menekankan bahwa belajar dan mengajar bukanlah dua aktivitas yang terpisah, melainkan proses timbal balik yang berjalan bersamaan dan berkesinambungan.

Pendidikan: Bukan Jalan Satu Arah

René Descartes: Bapak Filsafat Modern yang Mengubah Cara Dunia Berpikir

Tradisi pendidikan konvensional kerap menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Murid diposisikan sebagai wadah kosong yang siap diisi. Pendekatan ini oleh Freire disebut sebagai banking education—model pendidikan yang memperlakukan peserta didik sebagai objek pasif, bukan subjek aktif.

Namun, Freire menantang model tersebut dan menawarkan pendekatan dialogis. Dalam pendekatan ini, guru dan murid sama-sama menjadi subjek dalam proses pendidikan. Guru memang mengajar, tapi juga belajar dari murid. Sementara murid, meskipun belajar, juga memiliki sesuatu untuk diajarkan—pengalaman, pandangan hidup, bahkan pertanyaan yang memicu pemikiran baru.

Socrates dan Pendidikan: Bukan Sekadar Transfer Ilmu, Tapi Membentuk Jiwa

Pernyataan “yang mengajar harus terus belajar” mengingatkan kita bahwa tidak ada guru yang sempurna dan tidak ada pengetahuan yang final. Dunia terus berubah. Pengetahuan berkembang. Realitas sosial bergeser. Maka, guru sejati adalah mereka yang terus membuka diri, membaca, berdialog, dan merefleksikan praktik mengajarnya.

Sebaliknya, “yang belajar harus terus mengajar” adalah ajakan kepada para pembelajar—anak-anak, remaja, mahasiswa, bahkan masyarakat umum—untuk tidak berhenti pada posisi pasif. Mereka diajak berbagi pengetahuan, saling menginspirasi, dan memperluas dampak pembelajaran kepada lingkungannya.

Belajar Sepanjang Hayat

Konsep belajar sepanjang hayat (lifelong learning) menjadi semakin relevan dalam dunia saat ini. Teknologi bergerak cepat, pekerjaan berubah, dan tantangan sosial semakin kompleks. Guru bukan lagi pemilik tunggal ilmu, tetapi fasilitator pembelajaran. Sementara murid dituntut menjadi pembelajar aktif yang mampu mencari, menyaring, dan membagikan pengetahuan.

Dalam konteks Indonesia, kutipan Paulo Freire ini menantang sistem pendidikan nasional untuk lebih terbuka dan kolaboratif. Guru perlu terus belajar—tidak hanya dari pelatihan formal, tetapi juga dari murid, komunitas, dan pengalaman lapangan. Sementara murid juga didorong untuk memiliki kepercayaan diri dalam berbagi ide dan gagasan, bahkan sejak usia dini.

Banyak komunitas belajar di Indonesia yang telah menerapkan prinsip ini. Misalnya, dalam kelas literasi komunitas, anak-anak diajak berdiskusi dan saling mengajari satu sama lain. Dalam program pelatihan digital di desa, pemuda belajar teknologi dari relawan, lalu mereka mengajarkannya kembali ke orang tua mereka. Proses ini membuktikan bahwa peran pengajar dan pembelajar bisa terus berganti dan saling memperkaya.

Membongkar Hirarki Pengetahuan

Freire mengajak kita untuk membongkar hierarki yang selama ini mengakar dalam sistem pendidikan. Ia menolak gagasan bahwa hanya mereka yang memiliki gelar atau posisi formal yang boleh mengajar. Baginya, setiap manusia adalah pembelajar dan sekaligus pengajar.

Seorang petani bisa mengajar tentang musim, tanah, dan kehidupan kepada mahasiswa agribisnis. Seorang anak bisa mengajarkan kepekaan emosional yang sering kali dilupakan oleh orang dewasa. Seorang ibu rumah tangga bisa mengajarkan nilai tanggung jawab, kesabaran, dan cinta.

Dalam kerangka ini, pendidikan menjadi proses horizontal, bukan vertikal. Ia menjadi sarana pemberdayaan, bukan dominasi. Ia menjadi ruang untuk dialog, bukan dogma.

Tantangan Guru di Era Digital

Di era digital, peran guru mengalami transformasi besar. Informasi tersedia di ujung jari, akses belajar menjadi terbuka lebar, dan teknologi merubah cara interaksi. Guru tidak lagi satu-satunya sumber pengetahuan. Namun, justru di sinilah tantangan sekaligus peluang besar muncul.

Guru yang adaptif adalah mereka yang mau belajar terus—tentang teknologi, psikologi murid, konteks sosial, dan metodologi baru. Guru seperti inilah yang akan mampu menjalin hubungan bermakna dengan muridnya dan menciptakan ruang belajar yang dinamis.

Lebih jauh, guru yang terus belajar akan menjadi panutan bagi murid. Ia tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi menunjukkan teladan sebagai pembelajar sejati.

Pembelajar sebagai Pengajar Masa Depan

Sementara itu, murid yang sadar bahwa dirinya bisa mengajar akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan bertanggung jawab. Ia tidak hanya menyerap ilmu, tapi juga menyebarkannya. Ia tidak hanya menerima pengetahuan, tapi juga menciptakan dan membagikannya.

Inilah inti dari transformasi pendidikan yang dibayangkan Freire: ketika setiap manusia menjadi bagian dari ekosistem pengetahuan yang hidup, inklusif, dan terus berkembang.

Penutup: Pendidikan Sebagai Relasi Dua Arah

Kutipan Paulo Freire ini mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah jalan dua arah. Bukan hanya guru ke murid, tapi juga murid ke guru. Bukan hanya dari atas ke bawah, tapi juga dari bawah ke atas. Proses ini tidak pernah selesai. Ia terus berjalan, sepanjang hidup.

“Mereka yang mengajar harus terus belajar. Mereka yang belajar harus terus mengajar.” Kalimat ini bukan hanya prinsip pedagogis, tetapi juga filosofi hidup. Bahwa dalam setiap diri manusia, ada guru yang menginspirasi dan murid yang ingin tumbuh. Tugas kita adalah merawat keduanya.