René Descartes: “Yang Paling Sedikit Digunakan adalah yang Paling Berharga—Akal Sehat”
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA — René Descartes (1596–1650), filsuf dan ilmuwan asal Prancis yang dijuluki Bapak Filsafat Modern, meninggalkan warisan intelektual yang tak lekang oleh waktu. Salah satu kutipan paling menggugah darinya menyatakan, “Yang paling sedikit digunakan adalah yang paling berharga—akal sehat.” Kalimat ini menjadi pengingat keras bahwa di tengah kemajuan peradaban dan teknologi, manusia justru kerap melupakan salah satu kemampuan mendasarnya: akal sehat.
Akal Sehat: Sumber Kebijaksanaan Sejati
Dalam pandangan Descartes, akal sehat bukan sekadar kemampuan berpikir biasa, melainkan fondasi dari segala bentuk penalaran yang sehat dan rasional. Ia percaya bahwa semua manusia dikaruniai akal sehat dalam kadar yang sama, namun perbedaan terletak pada bagaimana dan seberapa sering kita menggunakannya.
Kutipan ini, yang muncul dalam pengantar karya terkenalnya Discours de la Méthode (1637), mencerminkan sikap kritis Descartes terhadap masyarakat pada zamannya—dan tampaknya tetap relevan hingga kini. Ia menyoroti bahwa akal sehat sering kali diabaikan dalam pengambilan keputusan, baik dalam ranah pribadi, sosial, hingga politik.
Relevansi di Era Informasi dan Disinformasi
Di era digital modern, informasi mengalir tanpa henti. Sayangnya, kecepatan informasi tidak selalu diimbangi dengan kualitas berpikir kritis dan penalaran logis. Banyak orang terjebak dalam hoaks, opini bias, dan polarisasi sosial hanya karena enggan menggunakan akal sehat.
Pernyataan Descartes ini menjadi sangat relevan, terutama di tengah membanjirnya berita palsu dan opini yang tidak berbasis fakta. Akal sehat seharusnya menjadi filter utama dalam memilah informasi dan mengambil keputusan yang berdampak pada kehidupan kita sehari-hari.
Dari Sekolah hingga Pemerintahan: Akal Sehat Masih Kurang Diaplikasikan
Bukan hanya individu, institusi pendidikan, dunia usaha, hingga lembaga pemerintahan pun sering kali menunjukkan kurangnya penggunaan akal sehat. Contohnya, kebijakan yang tidak berbasis data, pembelajaran yang mengabaikan logika, atau kebiasaan ikut-ikutan tren tanpa pemikiran matang.
René Descartes menyindir fenomena ini jauh sebelum istilah "critical thinking" menjadi populer. Menurutnya, akal sehat adalah alat utama untuk mencapai kebenaran dan membedakan antara yang rasional dan irasional. Namun ironisnya, justru inilah alat yang paling jarang digunakan.
Pendidikan Harus Menumbuhkan Akal Sehat Sejak Dini
Sistem pendidikan yang baik tidak hanya mengajarkan hafalan atau keterampilan teknis, melainkan juga menumbuhkan akal sehat—yakni kemampuan berpikir mandiri, objektif, dan logis. Dalam hal ini, kutipan Descartes dapat menjadi prinsip dasar dalam merancang kurikulum yang membekali peserta didik dengan kecakapan berpikir kritis.
Kemampuan untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi adalah bagian dari pengaplikasian akal sehat. Jika generasi muda tidak diajarkan untuk menggunakan kemampuan ini sejak dini, maka dampaknya akan terasa dalam tataran sosial yang lebih luas—mulai dari rendahnya produktivitas hingga mudahnya masyarakat terpecah akibat isu-isu yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan logika sederhana.
Peran Media dan Teknologi
Media sosial dan platform digital sejatinya bisa menjadi ruang pembelajaran kolektif, namun hanya jika digunakan dengan akal sehat. Tanpa akal sehat, media digital menjadi medan pertempuran informasi yang tak terkontrol. Oleh karena itu, kutipan Descartes juga dapat menjadi prinsip etika dalam bermedia—baik bagi pengguna, penyedia konten, maupun pembuat kebijakan digital.
Mengembalikan Akal Sehat sebagai Nilai Sosial
Penting bagi masyarakat modern untuk mengembalikan akal sehat sebagai nilai yang dihargai tinggi, bukan sekadar jargon. Penghargaan terhadap orang yang mampu berpikir jernih, menghindari fanatisme buta, dan mampu mempertimbangkan sisi rasional dari setiap persoalan, perlu ditanamkan secara sosial dan budaya.
Masyarakat yang menggunakan akal sehat secara kolektif akan mampu menciptakan dialog yang sehat, kebijakan yang adil, dan keputusan yang berdampak positif bagi semua lapisan.
Kesimpulan: Warisan yang Tak Ternilai dari Seorang Filsuf Modern
René Descartes telah meninggalkan lebih dari sekadar filosofi tentang eksistensi. Ia mengingatkan kita bahwa akal sehat, meski dimiliki oleh setiap manusia, sering kali menjadi kekuatan yang paling jarang digunakan. Dalam dunia yang semakin kompleks, penuh kebisingan informasi dan konflik kepentingan, kita diingatkan kembali bahwa solusi bisa ditemukan—asal kita mau menggunakan satu hal yang paling sederhana namun paling berharga: akal sehat.