Socrates: Rahasia Kebahagiaan Adalah Kemampuan Menikmati yang Sedikit

Socrates
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

“The secret of happiness, you see, is not found in seeking more, but in developing the capacity to enjoy less.”
Socrates

Kutipan Socrates yang Relevan untuk Anak Muda Milenial dan Gen Z

Jakarta, WISATA - Di tengah gaya hidup modern yang serba cepat, konsumtif, dan penuh godaan materi, kutipan dari filsuf besar Socrates ini terdengar seperti nasihat yang sederhana, namun sarat makna:
“Rahasia kebahagiaan, seperti yang kamu lihat, bukan terletak pada mencari lebih banyak, tetapi pada mengembangkan kemampuan untuk menikmati yang lebih sedikit.”

Kata-kata ini tidak hanya menggugah kesadaran, tetapi juga mengundang kita untuk meninjau ulang cara kita memandang kebahagiaan. Apakah benar kita akan bahagia jika memiliki lebih banyak harta, lebih banyak barang, dan lebih banyak kesenangan? Ataukah justru, kebahagiaan sejati berasal dari hati yang mampu bersyukur dan menikmati apa yang sudah dimiliki?

Apakah Socrates Akan Dianggap Gila di Zaman Sekarang?

Kebahagiaan: Antara Kebutuhan dan Keinginan

Seiring berkembangnya zaman, batas antara kebutuhan dan keinginan menjadi kabur. Teknologi mempermudah akses terhadap informasi dan barang konsumsi, namun di sisi lain, juga memicu rasa tidak puas yang terus-menerus.

Socrates dan Kematian: Ketika Racun Hemlock Lebih Bermartabat dari Kepalsuan

Kita terpancing untuk selalu ingin lebih—lebih banyak uang, lebih mewah rumahnya, lebih canggih gawainya, dan lebih tinggi status sosialnya. Namun, benarkah semua itu menjamin kebahagiaan?

Socrates, yang hidup lebih dari dua ribu tahun lalu, telah memahami bahwa mengejar “lebih banyak” tidak selalu membawa ketenteraman. Sebaliknya, ia justru melihat bahwa kemampuan menikmati “yang cukup” adalah bentuk kebijaksanaan hidup yang tinggi.

Filosofi Hidup Minimalis dalam Kearifan Socrates

Apa yang disampaikan Socrates sebenarnya sejalan dengan apa yang kini dikenal sebagai gaya hidup minimalis. Filosofi ini mengajarkan bahwa dengan memiliki lebih sedikit, kita justru bisa hidup lebih ringan, lebih fokus, dan lebih bahagia.

Minimalisme bukan berarti menolak harta atau kenyamanan, melainkan tentang menata hidup agar tidak dikendalikan oleh hasrat tak berujung. Ini adalah ajakan untuk menyederhanakan, memilah yang penting, dan mengabaikan yang hanya memuaskan ego sesaat.

Socrates sendiri hidup dengan sederhana. Ia dikenal sebagai tokoh yang tidak mengejar kekayaan, kekuasaan, atau status. Ia justru memilih jalan hidup yang bersahaja namun penuh makna, mengisi hari-harinya dengan berpikir, berdialog, dan mencari kebenaran.

Membangun Kapasitas untuk Menikmati yang Sedikit

Apa yang dimaksud dengan “mengembangkan kapasitas menikmati yang sedikit”? Ini bukan tentang berpantang, tetapi tentang melatih hati dan pikiran agar merasa cukup. Dalam psikologi modern, hal ini sejalan dengan konsep “gratitude” atau rasa syukur.

Ketika kita mampu bersyukur atas hal-hal kecil—secangkir kopi hangat, pelukan orang tersayang, udara segar di pagi hari—maka hidup menjadi lebih ringan. Kita tak lagi mengejar hal-hal besar hanya demi merasa bernilai atau bahagia.

Ini adalah kemampuan mental yang bisa dilatih. Seperti otot, semakin sering digunakan, semakin kuat rasa cukup itu tumbuh dalam diri kita.

Tekanan Sosial dan Budaya Konsumtif

Sayangnya, hidup di era digital membuat kita terus dibombardir dengan citra kesuksesan material. Media sosial menampilkan gaya hidup mewah, liburan eksklusif, dan barang-barang branded yang membuat banyak orang merasa tertinggal.

Akibatnya, banyak orang masuk dalam jebakan konsumsi demi validasi sosial. Namun Socrates mengajarkan: pengakuan sejati tidak datang dari luar, tetapi dari dalam diri sendiri—dari keutuhan dan kepuasan batin yang tidak tergantung pada benda.

Pandemi dan Refleksi Makna Hidup

Pengalaman global selama pandemi COVID-19 memberikan pelajaran penting. Banyak dari kita dipaksa hidup lebih sederhana, bekerja dari rumah, mengurangi bepergian, dan menata ulang prioritas hidup.

Dari pengalaman itu, banyak orang menemukan bahwa kebahagiaan bisa hadir dalam kesederhanaan—dari waktu bersama keluarga, memasak makanan rumahan, atau bahkan menikmati matahari sore di teras rumah.

Apa yang dulu dianggap biasa, menjadi sangat berarti. Ini sejalan dengan ajaran Socrates tentang kebahagiaan yang tidak bergantung pada kelimpahan, tetapi pada kesadaran dan kemampuan menikmati hal-hal kecil.

Kebahagiaan Sejati Tidak Dijual di Toko

Socrates mengingatkan kita: kebahagiaan bukan sesuatu yang bisa dibeli. Ia bukan hasil dari transaksi atau pencapaian materi. Kebahagiaan sejati muncul dari kemampuan jiwa untuk menemukan kedamaian dalam kesederhanaan.

Orang yang terus menerus merasa kekurangan, meski hidup dalam kelimpahan, akan tetap menderita. Sementara mereka yang mampu mensyukuri yang sedikit, justru akan merasa kaya secara batin.

Menemukan Bahagia dengan Cara Socrates

Untuk menerapkan filosofi Socrates ini dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa memulainya dengan langkah-langkah sederhana:

1.     Kurangi konsumsi yang tidak perlu.
Tanyakan pada diri sendiri: “Apakah saya benar-benar butuh ini?”

2.     Syukuri hal-hal kecil.
Catat tiga hal yang membuat Anda bersyukur setiap hari.

3.     Luangkan waktu untuk refleksi.
Renungkan apa yang benar-benar membuat Anda bahagia.

4.     Fokus pada hubungan, bukan benda.
Koneksi dengan orang-orang terdekat jauh lebih berarti daripada barang baru.

5.     Rawat diri secara spiritual.
Meditasi, berdoa, atau membaca bisa membantu menumbuhkan rasa cukup.

Penutup: Hidup Lebih Sederhana, Hidup Lebih Bahagia

Dalam dunia yang terus mendorong kita untuk memiliki lebih, Socrates mengajak kita untuk berhenti sejenak dan melihat ke dalam. Bahwa yang kita butuhkan sebenarnya tidak sebanyak yang kita kira. Bahwa hidup yang baik tidak selalu tentang berlari lebih cepat, tetapi tentang berjalan dengan sadar.

Mengembangkan kemampuan untuk menikmati yang sedikit bukan berarti mengurangi kualitas hidup, tetapi justru memperkaya maknanya. Dan di sanalah, rahasia kebahagiaan sejati tersembunyi.