Epictetus: Kebohongan Itu Mudah, Tapi Tetap Tidak Bermoral
- Cuplikan layar
Lebih dari itu, kebohongan melahirkan kecemasan. Seseorang yang hidup dalam kebohongan akan selalu dibayangi rasa takut—takut ketahuan, takut kehilangan kepercayaan, takut menghadapi kebenaran yang selama ini disembunyikan. Bukankah jauh lebih damai untuk hidup jujur, meski terkadang menyakitkan, dibanding hidup dalam kebohongan yang menghantui?
Stoisisme: Jalan Menuju Kebenaran
Filsafat Stoik mengajarkan untuk hidup selaras dengan kebajikan, dan salah satunya adalah kejujuran (truthfulness). Dalam pandangan Epictetus, integritas pribadi tidak bisa dibangun di atas kepalsuan. Kebohongan memisahkan manusia dari dirinya sendiri. Ketika kita berbohong, kita sedang menciptakan jarak antara apa yang kita pikirkan dan apa yang kita ucapkan—dan dari situlah lahir penderitaan batin.
Stoik mengajak kita untuk tidak hanya berkata benar, tetapi juga berpikir benar, merasa benar, dan hidup benar. Dengan kata lain, kejujuran bukan sekadar etika lisan, tapi fondasi dari keberanian dan ketenangan jiwa.
Refleksi: Mengapa Kita Berbohong?
Mengapa kita masih berbohong meski tahu itu salah? Mungkin karena takut. Takut kehilangan cinta, pekerjaan, kekuasaan, atau citra yang telah kita bangun. Namun justru di sinilah ujiannya: apakah kita akan memilih kenyamanan palsu, atau kebenaran yang membebaskan?
Epictetus tidak menoleransi alasan-alasan emosional untuk membenarkan kebohongan. Ia mendorong kita untuk menanggung konsekuensi dari kejujuran, dan menganggap itu sebagai latihan moral yang memurnikan karakter kita.