Jangan Reaktif, Jadilah Reflektif: Nasihat Bijak Massimo Pigliucci untuk Menemukan Kendali Diri
- Cuplikan layar
Malang, WISATA – “Jangan reaktif terhadap dunia. Jadilah reflektif terhadap dirimu sendiri.” Kalimat bijak ini disampaikan oleh Massimo Pigliucci, seorang filsuf modern asal Italia yang dikenal karena dedikasinya menghidupkan kembali ajaran Stoikisme di tengah dunia modern. Melalui ungkapan tersebut, Pigliucci mengajak kita semua untuk berhenti bereaksi secara impulsif terhadap keadaan eksternal, dan mulai memusatkan perhatian pada apa yang benar-benar dapat kita kendalikan: pikiran, emosi, dan respons pribadi.
Di era digital seperti saat ini, ketika notifikasi dari media sosial, berita negatif, dan tekanan sosial datang silih berganti, sangat mudah bagi seseorang untuk terjebak dalam reaksi spontan. Kemarahan, kecemasan, dan kepanikan menjadi respons otomatis terhadap situasi yang tak diinginkan. Namun, Massimo Pigliucci menekankan pentingnya berhenti sejenak, bernapas dalam, dan merenung sebelum bertindak. Itulah esensi dari menjadi reflektif.
Stoikisme: Landasan Filosofis Ketidakreaktifan
Filsafat Stoik, yang berakar dari Yunani Kuno dan diperkuat oleh tokoh seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius, mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari kendali diri dan penerimaan terhadap hal-hal yang tidak bisa diubah. Massimo Pigliucci, dalam banyak tulisannya, menekankan bahwa kita harus memisahkan apa yang ada dalam kuasa kita (pikiran, keputusan, tindakan) dari apa yang tidak dapat kita kendalikan (cuaca, opini orang lain, keadaan politik).
Dalam konteks ini, “jangan reaktif terhadap dunia” berarti tidak membiarkan keadaan luar menentukan kondisi batin kita. Sebaliknya, “jadilah reflektif terhadap dirimu sendiri” mengajarkan pentingnya evaluasi diri, perenungan, dan pertumbuhan pribadi sebagai fondasi dalam menghadapi hidup.
Mengapa Kita Cenderung Reaktif?
Psikolog modern menyebut reaktivitas emosional sebagai respons instingtif terhadap ancaman yang dirasakan. Ketika seseorang diserang secara verbal atau menghadapi tekanan tinggi, otak reptil (amygdala) mengambil alih dan menyebabkan respons fight or flight. Masalahnya, dalam dunia modern, “ancaman” sering kali berupa kritik, informasi buruk, atau perbedaan pendapat—bukan bahaya nyata.
Reaktivitas tanpa pemikiran bisa memicu konflik, kesalahan, bahkan penyesalan. Dalam jangka panjang, orang yang hidup secara reaktif cenderung mengalami kelelahan emosional dan sulit membangun hubungan sehat.
Reflektif: Kekuatan Introspeksi dalam Era Serba Cepat
Sebaliknya, orang yang reflektif membiasakan diri untuk:
- Menganalisis emosi sebelum merespons,
- Mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri: “Mengapa saya merasa seperti ini?”
- Mengambil jeda sebelum memberi tanggapan,
- Menilai setiap situasi dari sudut pandang rasional, bukan hanya emosional.
Pigliucci menyebut ini sebagai latihan harian, di mana seseorang belajar untuk menahan reaksi sesaat, menggantinya dengan refleksi jangka panjang.
Cara Melatih Diri Menjadi Reflektif ala Pigliucci
1. Jurnal Harian: Menulis peristiwa penting yang terjadi hari itu dan bagaimana respons kita. Dari situ, kita bisa menilai apakah reaksi kita sesuai atau berlebihan.
2. Premeditatio Malorum: Melatih diri membayangkan situasi buruk sebelum terjadi untuk membangun ketahanan batin.
3. Menyediakan Waktu Hening: Menyisihkan 10–15 menit setiap hari tanpa gawai untuk sekadar duduk dan mengamati pikiran yang muncul.
4. Latihan Pernafasan dan Meditasi: Sebagai cara efektif untuk menenangkan sistem saraf dan mengendalikan impuls.
5. Melatih Perspektif: Mempertanyakan apakah suatu masalah akan tetap relevan lima tahun ke depan. Jika tidak, jangan biarkan menguasai emosi hari ini.
Manfaat Menjadi Reflektif
Penelitian di bidang neuropsikologi menunjukkan bahwa orang yang mampu mengelola respons emosionalnya secara sadar memiliki tingkat stres lebih rendah, hubungan sosial lebih sehat, dan kepuasan hidup lebih tinggi. Mereka mampu melihat situasi secara objektif, berempati terhadap orang lain, dan bertindak berdasarkan nilai, bukan emosi sesaat.
Contoh dalam Kehidupan Nyata
Di Malang, seorang pengusaha muda bernama Irfan membagikan pengalamannya menerapkan prinsip Pigliucci dalam menghadapi bisnis yang merugi akibat pandemi. “Awalnya saya panik dan ingin menutup semuanya. Tapi setelah membaca filosofi Stoik, saya belajar berhenti reaktif dan mulai memikirkan solusi jangka panjang,” ujarnya. Kini, usahanya kembali bangkit dengan pendekatan bisnis yang lebih tenang dan terencana.
Menjadi Reflektif Bukan Berarti Lemah
Sebagian orang mengira bahwa tidak reaktif berarti tidak tegas atau kurang peduli. Padahal, bersikap reflektif justru membutuhkan keberanian dan kedewasaan emosional. Ini adalah bentuk kekuatan batin yang memungkinkan kita mengambil kendali penuh atas hidup sendiri, bukan membiarkan emosi menguasai diri.
Penutup: Membangun Dunia dari Dalam ke Luar
Massimo Pigliucci mengajak kita untuk membangun dunia yang lebih damai—dimulai dari dalam diri sendiri. Ketika setiap individu berhenti menjadi reaktif, dan mulai reflektif terhadap diri sendiri, dunia secara perlahan akan menjadi tempat yang lebih bijak, penuh pengertian, dan harmonis.
“Jangan reaktif terhadap dunia. Jadilah reflektif terhadap dirimu sendiri,” adalah mantra untuk membangun ketenangan, kebijaksanaan, dan kendali diri di tengah dunia yang tak henti berubah.