Seneca: Takdir Menuntun yang Bersedia, Menyeret yang Enggan — Pelajaran Abadi Tentang Ketundukan dan Kehendak
- Image Creator/Handoko
Pelajaran dari Kehidupan Sehari-hari
Kita bisa melihat refleksi dari kutipan Seneca ini dalam banyak aspek kehidupan:
- Dalam dunia kerja, orang yang bersedia belajar dari kegagalan dan menerima kenyataan bahwa tidak semua proyek berjalan sempurna akan tumbuh lebih cepat dibanding mereka yang terus mengeluh dan menyalahkan keadaan.
- Dalam relasi pribadi, menerima kenyataan bahwa tidak semua hubungan bisa dipaksakan akan membuat seseorang lebih cepat menemukan ketenangan, dibanding mereka yang memaksakan kehendak dan akhirnya terluka lebih dalam.
- Dalam menghadapi kehilangan, mereka yang menerima duka dengan jiwa besar, alih-alih terus menolak kenyataan, biasanya lebih cepat pulih dan bisa kembali menata hidupnya.
Hubungan Antara Takdir dan Kebebasan
Mungkin muncul pertanyaan: jika semua sudah ditentukan oleh takdir, di manakah letak kebebasan manusia?
Stoikisme menjawab bahwa kebebasan manusia ada dalam wilayah pikirannya. Kita tidak bebas memilih nasib, tetapi kita bebas memilih bagaimana menanggapinya. Dalam hal ini, manusia tetap memiliki kehendak bebas. Seperti seorang pelaut yang tak bisa mengendalikan arah angin, tetapi bisa mengatur arah layar kapalnya.
Dengan bersedia bekerja sama dengan kehidupan, bukan melawannya, manusia bisa menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Seperti yang diajarkan Seneca, saat kita memilih untuk ‘dipandu’ takdir, kita tetap berjalan ke arah yang ditentukan, namun dengan kesadaran dan kedamaian. Tapi jika kita menolak, takdir tetap menyeret kita ke arah itu, hanya saja dengan penderitaan dan penolakan yang sia-sia.