Marcus Aurelius: Jiwa yang Menyerah Terlebih Dahulu Adalah Aib dalam Kehidupan
- Cuplikan layar
Di tengah arus kehidupan modern yang cepat, kompetitif, dan penuh distraksi, tak sedikit orang merasa kehilangan makna hidup. Banyak yang secara fisik sehat, tetapi jiwanya kosong, bingung, atau merasa gagal. Mereka menyerah bukan karena lelah fisik, melainkan karena tekanan mental dan kehilangan arah.
Psikolog klinis, dr. Rania Putri, menuturkan bahwa banyak pasien yang mengeluh merasa “mati rasa” atau “kehilangan semangat”, padahal secara fisik mereka masih mampu bekerja dan beraktivitas. “Ini adalah situasi yang digambarkan oleh Marcus Aurelius — kondisi di mana jiwa sudah menyerah, meskipun tubuh masih bisa bertahan. Ini menandakan pentingnya menjaga kesehatan mental dan spiritual,” ujarnya.
Mengabaikan kesehatan jiwa dapat menyebabkan kehampaan eksistensial, ketidakpuasan hidup, dan bahkan kecenderungan untuk menyerah dalam menghadapi tantangan yang sebenarnya masih bisa dihadapi.
Menjaga Jiwa Tetap Tangguh
Untuk menjaga agar jiwa tetap teguh dan tidak mudah menyerah, diperlukan kesadaran diri, latihan mental, dan keberanian untuk menghadapi kenyataan, betapapun sulitnya. Filsafat Stoik mengajarkan untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya (amor fati), sekaligus berusaha berbuat yang terbaik dalam batas yang bisa kita kendalikan.
Beberapa cara praktis menjaga keteguhan jiwa:
1. Refleksi harian
Luangkan waktu untuk merenungkan nilai hidup, tujuan pribadi, dan apa yang sebenarnya penting dalam hidup.