Seneca: Mereka yang Memiliki Kekuasaan Besar, Sebaiknya Menggunakannya dengan Ringan

Seneca
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA – Dalam dunia yang penuh dengan kompetisi, jabatan tinggi, dan kekuasaan yang luas, kutipan bijak dari filsuf Stoik Romawi, Lucius Annaeus Seneca, menjadi pengingat penting bagi para pemimpin, pejabat, dan siapa pun yang memegang kendali dalam lingkungannya:

Seneca: Jangan Habiskan Waktu dengan Mengeluh

“He who has great power should use it lightly.”
(Mereka yang memiliki kekuasaan besar, sebaiknya menggunakannya dengan ringan.)

Ungkapan ini bukan hanya sekadar nasihat etis, melainkan panduan moral yang mendalam tentang bagaimana seharusnya kekuasaan dijalankan dengan kebijaksanaan, kelembutan, dan tanggung jawab yang besar.

Seneca: Perjalanan Terbaik Adalah Perjalanan Ke Dalam Diri

Makna Dalam di Balik Kekuasaan

Seneca tidak pernah memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang buruk. Ia mengakui bahwa kekuasaan adalah bagian alami dari struktur masyarakat. Namun, ia menekankan bahwa kekuasaan bukanlah alat untuk menindas, memaksakan kehendak, atau menakut-nakuti. Sebaliknya, kekuasaan seharusnya digunakan dengan ringan—artinya digunakan dengan hati-hati, penuh pertimbangan, dan tidak berlebihan.

Seneca: Menemukan Kebahagiaan dari Dalam Diri Sendiri

Kebesaran seorang pemimpin tidak terlihat dari seberapa keras dia berbicara atau seberapa sering ia memerintah, tetapi dari seberapa mampu dia merangkul, mengayomi, dan bersikap adil meskipun memiliki kekuasaan penuh.

Kekuasaan Tanpa Kelembutan adalah Bahaya

Banyak contoh dalam sejarah dan kehidupan nyata yang menunjukkan bagaimana kekuasaan yang digunakan secara kasar hanya akan menimbulkan ketakutan, kebencian, dan perlawanan. Kekuasaan tanpa kelembutan dapat berubah menjadi tirani.

Sebaliknya, ketika seseorang memegang kekuasaan namun menggunakannya dengan sikap ringan—tidak mengintimidasi, tidak memaksa, dan tetap menjaga martabat orang lain—ia akan dihormati, bukan ditakuti.

Seneca ingin menyampaikan bahwa kelembutan bukanlah kelemahan. Justru, kemampuan untuk tetap rendah hati di puncak kekuasaan adalah bentuk kekuatan yang sesungguhnya.

Relevansi di Era Modern

Di zaman sekarang, kekuasaan hadir dalam berbagai bentuk. Tidak hanya dalam lingkup pemerintahan atau jabatan publik, tetapi juga dalam kepemimpinan perusahaan, komunitas digital, pendidikan, bahkan dalam relasi antarindividu.

Banyak orang kini memiliki akses terhadap pengaruh melalui media sosial, jabatan strategis, atau pengetahuan tertentu. Namun, hal yang sama berlaku: semakin besar kekuasaan yang kita pegang, semakin besar pula tanggung jawab untuk menggunakannya dengan bijak dan tidak semena-mena.

Kita sering melihat bagaimana seorang pemimpin besar justru dikenang karena sikap rendah hatinya, keputusannya yang mengayomi, dan kemampuannya mendengarkan. Ini bukti bahwa kekuasaan tidak harus berwujud keras dan menakutkan. Kekuasaan sejati dapat berjalan berdampingan dengan empati.

Pemimpin yang Baik Adalah yang Menenangkan

Seneca seolah ingin mengajarkan bahwa pemimpin sejati tidak perlu membuktikan kekuasaannya dengan amarah atau paksaan. Ia tidak perlu membuat orang lain takut agar ditaati. Sebaliknya, ia hadir seperti angin sepoi-sepoi yang mampu menyejukkan dan memberi arah dengan tenang.

Penggunaan kekuasaan secara ringan juga membantu pemimpin menjaga jarak dari kesombongan dan kesalahan besar. Dengan tidak tergoda untuk menunjukkan superioritas, ia tetap bisa melihat dengan jernih, membuat keputusan rasional, dan menghormati martabat semua orang.

Kesimpulan: Gunakan Kuasa dengan Hati

Kutipan Seneca ini sangat relevan bagi siapa pun yang memiliki tanggung jawab terhadap orang lain. Baik itu pemimpin negara, atasan perusahaan, kepala keluarga, guru, atau influencer di media sosial—semua bentuk kekuasaan adalah ujian kebijaksanaan.

Menggunakan kekuasaan dengan ringan bukan berarti tidak tegas. Artinya adalah bijaksana, penuh empati, dan tidak semena-mena. Justru, dari situlah muncul kekuatan sejati yang langgeng: kekuatan yang dihormati, bukan ditakuti.