Epictetus: Menghadirkan Kematian di Pikiran Membuat Kita Lebih Bijak Menjalani Hidup
- abackpekerstate
“Let death and exile, and all other things which appear terrible, be daily before your eyes, but death chiefly; and you will never entertain any abject thought, nor too eagerly covet anything.”
— Epictetus
Jakarta, WISATA – Dalam masyarakat modern yang penuh dengan kegemerlapan dan pencapaian material, kata “kematian” sering kali dianggap tabu. Kita menghindarinya, menutup-nutupinya, bahkan merasa ngeri hanya dengan menyebutnya. Namun, Epictetus, filsuf besar dari zaman Yunani Kuno, justru menawarkan pendekatan sebaliknya: hadirkan kematian dalam pikiran setiap hari. Menurutnya, dengan mengingat kematian secara sadar, kita tidak akan lagi berpikir rendah atau terlalu tergoda oleh hal-hal duniawi.
Ini adalah salah satu prinsip utama dalam filsafat Stoik: bahwa kesadaran akan kefanaan hidup justru memberi kita kekuatan untuk hidup lebih bijak, lebih berani, dan lebih penuh makna.
Mengapa Mengingat Kematian Membuat Kita Lebih Hidup?
Filsafat Stoik, seperti yang diajarkan oleh Epictetus, Marcus Aurelius, dan Seneca, menekankan pentingnya mengenali hal-hal yang berada di luar kendali kita, salah satunya adalah kematian. Namun alih-alih menakut-nakuti, mereka mengajarkan bahwa kematian adalah pengingat paling kuat agar kita hidup dengan penuh kesadaran.
Jika kita tahu bahwa setiap hari bisa menjadi hari terakhir, maka kita akan berhenti menunda-nunda, berhenti mengejar hal-hal yang tidak penting, dan mulai fokus pada yang benar-benar berarti: keluarga, persahabatan, integritas, dan kontribusi kepada sesama.
“Memento Mori”: Filsafat yang Menguatkan, Bukan Melemahkan
Epictetus tidak menyuruh kita menjadi muram, depresi, atau sinis. Ia hanya ingin kita jujur terhadap kenyataan bahwa hidup ini singkat dan rapuh. Konsep “memento mori” — ingat bahwa engkau akan mati — bukan ajakan untuk putus asa, tetapi dorongan untuk hidup secara otentik.
Jika kita terus-menerus mengingat bahwa hidup ini sementara, maka:
- Kita akan lebih sabar dalam menghadapi masalah.
- Kita tidak akan mudah tergoda oleh ambisi yang berlebihan.
- Kita tidak akan takut kehilangan.
- Kita akan lebih menghargai momen sederhana yang sering diabaikan.
Menghadapi Hal-Hal yang Menakutkan dengan Keteguhan
Selain kematian, Epictetus menyebutkan hal-hal lain yang tampak menakutkan seperti pengasingan, kehilangan harta, atau penderitaan fisik. Menurutnya, jika kita menghadirkan hal-hal ini dalam pikiran secara teratur, maka mental kita akan lebih siap menghadapinya jika suatu hari benar-benar terjadi.
Ini bukan pesimisme. Ini adalah latihan mental untuk memperkuat jiwa. Seperti atlet yang berlatih menghadapi tekanan sebelum pertandingan sesungguhnya, kita pun perlu melatih diri untuk menghadapi kenyataan yang mungkin menyakitkan.
Dunia Modern dan Ketakutan yang Tak Diperlukan
Ironisnya, semakin maju peradaban, justru semakin besar ketakutan manusia akan kehilangan. Kita takut kehilangan pengikut di media sosial, takut kehilangan status, takut kehilangan pasangan, bahkan takut tidak relevan. Semua ketakutan ini tumbuh karena kita lupa bahwa tidak ada yang abadi.
Epictetus menyarankan kita untuk menempatkan hal-hal ini dalam perspektif. Dengan mengingat bahwa segala sesuatu bisa hilang dalam sekejap, kita akan lebih bijaksana dalam menyikapi hidup.
Kematian Mengajarkan Nilai Kehidupan
Banyak orang mengejar kekayaan dan kekuasaan tanpa batas, tapi ketika kematian menatap mereka dari dekat—melalui sakit parah atau usia lanjut—mereka mulai mempertanyakan apa arti semua itu. Dengan mengingat kematian setiap hari, kita bisa mempercepat momen refleksi tersebut dan hidup lebih tulus sejak dini.
Kita mulai bertanya:
- Apakah saya menggunakan waktu saya dengan baik?
- Apakah saya sudah memaafkan orang yang menyakiti saya?
- Apakah saya sudah mengatakan “aku mencintaimu” pada orang yang penting dalam hidup saya?
- Apakah saya hidup sesuai dengan nilai-nilai saya?
Cara Praktis Menerapkan Pesan Epictetus
Berikut beberapa cara sederhana untuk menerapkan nasihat Epictetus dalam kehidupan sehari-hari:
1. Renungkan kematian secara rutin.
Luangkan waktu beberapa menit setiap hari untuk mengingat bahwa hidup ini terbatas.
2. Tuliskan hal yang Anda syukuri setiap hari.
Menyadari betapa berharganya waktu akan membuat Anda lebih bersyukur.
3. Kurangi hal-hal tidak penting.
Fokus pada apa yang benar-benar berarti dalam hidup.
4. Beranikan diri menghadapi risiko.
Menyadari bahwa waktu terbatas membuat kita lebih berani mencoba hal-hal baru.
5. Berbuat baik setiap hari.
Jika ini hari terakhir Anda, apakah Anda ingin dikenang karena kebaikan atau kesia-siaan?
Menjadi Bebas dari Ketakutan
Ketika kita tidak lagi takut akan kematian, pengasingan, atau kehilangan, maka kita menjadi manusia yang benar-benar merdeka. Tidak ada lagi yang bisa mengendalikan kita dengan rasa takut. Tidak ada lagi keputusan yang dibuat berdasarkan kecemasan. Yang tersisa hanyalah keberanian untuk menjadi diri sendiri dan hidup dengan penuh makna.
Epictetus mengajarkan bahwa ketakutan terbesar manusia bukanlah kematian itu sendiri, tetapi ketidaksiapan menghadapinya. Dan satu-satunya cara untuk siap adalah dengan menjadikannya bagian dari kesadaran sehari-hari.
Penutup: Hidup Hari Ini dengan Kesadaran Penuh
Menghadirkan kematian dalam pikiran bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk tertinggi dari keberanian. Seperti yang dikatakan Epictetus, jika Anda mengingat kematian setiap hari, maka Anda tidak akan berpikir rendah atau terlalu serakah. Anda akan menjalani hidup dengan bijak, berani, dan bermartabat.
“Biarkan kematian, pengasingan, dan semua hal yang tampak menakutkan hadir di pikiranmu setiap hari — terutama kematian. Maka kamu tak akan pernah berpikir rendah, atau terlalu menginginkan hal-hal yang tidak perlu.”
Dengan kesadaran seperti ini, setiap hari menjadi berarti. Setiap momen menjadi kesempatan untuk mencintai, memberi, dan berkembang. Dan saat kematian benar-benar datang, kita bisa menyambutnya tanpa penyesalan, karena kita telah hidup sepenuhnya.