Georg Wilhelm Friedrich Hegel: "Yang Rasional Itu Nyata"
- Image Creator Grok/Handoko
Kutipan “yang rasional itu nyata” mengandung pesan bahwa setiap sintesis yang dihasilkan melalui proses dialektis haruslah didasari oleh rasionalitas. Dengan kata lain, suatu kebenaran atau realitas baru hanya dapat dianggap “nyata” jika telah melewati proses penalaran logis yang memungkinkannya menyerap dan mengatasi kontradiksi. Proses inilah yang menekankan pentingnya penggunaan akal dalam menavigasi perbedaan dan konflik, serta mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia.
Implikasi pada Pandangan tentang Kebenaran
Dalam pandangan Hegel, kebenaran bukanlah sesuatu yang statis dan absolut, melainkan merupakan hasil dari perjalanan panjang pemikiran yang terus berkembang. Dengan menyatakan “yang rasional itu nyata,” Hegel menegaskan bahwa kebenaran sejati hanya dapat dicapai melalui pendekatan rasional dan logis. Ini berarti bahwa segala sesuatu harus dapat dijelaskan melalui argumen yang masuk akal dan konsisten.
Implikasi dari pemikiran ini adalah bahwa kita tidak boleh menerima sesuatu secara mentah-mentah tanpa pertimbangan kritis. Sebaliknya, kita harus selalu mempertanyakan, menganalisis, dan mencari pemahaman yang lebih dalam. Pendekatan ini menjadi sangat relevan di era modern, di mana informasi yang melimpah menuntut kita untuk memilah mana yang masuk akal dan mana yang tidak.
Pengaruh Konsep Rasionalitas dalam Sejarah Filsafat
Revolusi Pemikiran dan Dialektika
Pemikiran Hegel tentang rasionalitas telah memberikan kontribusi besar terhadap revolusi pemikiran di dunia Barat. Dengan meyakini bahwa realitas yang masuk akal adalah yang benar-benar nyata, Hegel menggeser paradigma yang selama ini lebih mengutamakan intuisi atau persepsi subyektif. Pendekatan ini kemudian mempengaruhi pemikiran para filsuf berikutnya, termasuk Karl Marx yang mengadaptasi metode dialektika dalam teori materialisme historisnya.