Rahasia Sukses Filsuf Muslim: Memadukan Logika Aristoteles dengan Keimanan Islam
- Image Creator Bing/Handoko
Ibnu Sina: Puncak Sintesis Ilmu dan Keimanan
Ibnu Sina (980–1037 M), atau Avicenna, adalah salah satu filsuf Muslim paling berpengaruh dalam sejarah. Ia tidak hanya menguasai logika Aristoteles tetapi juga mengembangkannya dalam konteks keimanan Islam.
Dalam Kitab Al-Shifa (Kitab Penyembuhan), Ibnu Sina menjelaskan hubungan antara Tuhan sebagai wajibul wujud (keberadaan yang niscaya) dengan alam semesta. Konsep ini menunjukkan bagaimana akal dan wahyu dapat bekerja bersama untuk menjelaskan realitas.
Selain itu, Ibnu Sina menggunakan pendekatan rasional Aristoteles dalam pengembangan ilmu kedokteran. Karyanya, Al-Qanun Fi At-Tibb (Kanun Kedokteran), menjadi buku referensi utama di universitas-universitas Eropa selama berabad-abad.
Ibnu Rusyd: Pembela Logika dan Rasionalitas
Ibnu Rusyd (1126–1198 M), atau Averroes, dikenal sebagai penafsir utama Aristoteles di dunia Islam dan Eropa. Ia menulis komentar-komentar rinci tentang karya Aristoteles, yang membantu menghidupkan kembali filsafat Yunani di Eropa pada Abad Pertengahan.
Ibnu Rusyd juga terkenal karena keberaniannya membela filsafat dari kritik yang dilontarkan oleh Al-Ghazali dalam Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan Filsafat). Dalam jawabannya, Tahafut At-Tahafut (Kerancuan Kerancuan), Ibnu Rusyd menegaskan bahwa filsafat dan agama tidak saling bertentangan.