UGM: Alhamdulillah...Anak Petani Asal Sumbawa, Lolos Kuliah Gratis di UGM

UGM Terima 2.826 Calon Mahasiswa Baru Lewat Jalur SNBT
Sumber :
  • ugm.ac.id

Yogyakarta, WISATADi bawah pondok terpal biru yang ditopang dengan satu bambu, sudah cukup untuk melindungi dari panasnya terik matahari di halaman kosong di Desa Tambaksari, Pototano, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Di bawah terpal itu, para ibu sedang mengupas jagung sehabis panen. Nampak jagung dengan bonggolnya dijemur di atas tikar di dekat pondok terpal tersebut.

KAGAMA VIRTUAL: Gelar Syawalan, Kagama Virtual (Kavir) Jabodetabek Berbagi Maaf dan Rindu

Kiswanto (53 tahun) tengah meratakan jemuran jagung dengan sorok, sementara istrinya Hadiatullah (50) tengah mengupas jagung yang dibantu oleh anak bungsunya Putri Atmawan Pujaningsih (18). Sekitar 4 ibu lainnya yang merupakan tetangga dekat rumahnya, saat itu juga tengah membantu mengupas jagung hasil panen dari keluarga Kiswanto dari lahan HGU milik perusahaan, seluas kurang dari satu hektare. “Tahun ini panennya agak kurang,” kata Hadiatullah seraya menyampaikan panen jagung rata-rata hanya satu kali setahun.

Menurut ibu dari tiga anak ini, jika cuaca bagus dan musim hujan mendukung, ia bisa turun menanam hingga dua kali satahun. Rata-rata sekali panen ia bias panen sekitar 5-6 ton per hektare. Sekali panen, ia mengantongi uang sekitar Rp10 -12 juta rupiah.

Tim UGM Kembangkan Probiotik Deteksi Penyakit Kanker melalui Permodelan Matematis

“Uang hasil panen tergantung harga, bisa bawa pulang Rp12 juta dibagi buat bayar buruh, bayar utang karena kita sudah ambil duluan utang beli bibit dan pupuk,” katanya.

Karena musim tanam jagung tidak menentu, selain mengurusi kebun jagung, kata Hadia, ia bersama sang suami, menggembala kambing milik tetangga. “Dulu pelihara dua, lima tahun jadi lima ekor. Sekarang sudah puluhan ekor. Bagi dua dengan pemilik. Jika ada kebutuhan mendesak, kita izin jual ke pemiliknya,” jelasnya.

UGM: Hasil Pemeringkatan THE WUR, UGM Masih di Jajaran Perguruan Tinggi Terbaik Indonesia

Tidak jarang, ia meminta sang anak, Putri, untuk menjaga kambing dari sepulang sekolah sebelum bapaknya pulang kerja sebagai pegawai tidak tetap pendamping penyuluh pertanian. “Kadang saya suruh nunggu di bawah pohon asam, sambil belajar,” kenangnya.’

Penghasilan dari bertani jagung menurut Hadia memang tidak menentu, namun tetap mereka bersyukur apalagi ada tambahan honor dari suaminya sebagai pegawai tidak tetap di kantor dinas pertanian Sumbawa Barat.

Halaman Selanjutnya
img_title