Kegagalan Antisipasi Kleisthenes: Apakah Demokrasi Hanya Milik Mereka yang Kaya?

Demokrasi Kleisthenes
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Ketika Kleisthenes menciptakan demokrasi Athena pada abad ke-6 SM, ia mungkin tidak pernah membayangkan bahwa sistem yang ia bangun suatu hari akan dimanipulasi oleh kekuatan ekonomi. Demokrasi, yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan kebebasan dan kesetaraan bagi semua warga negara, kini menghadapi tantangan serius dari kaum oligarki dan kapitalis yang menggunakan harta dan pengaruh untuk mempengaruhi keputusan politik.

Keabadian Jiwa dalam Phaedo: Apa yang Plato Ajarkan Tentang Kehidupan Setelah Mati?

Demokrasi di Era Kleisthenes

Kleisthenes mengembangkan demokrasi Athena sebagai respons terhadap dominasi oligarki yang telah mengendalikan politik kota. Pada masanya, Athena diperintah oleh segelintir aristokrat kaya yang memonopoli kekuasaan dan mengecualikan sebagian besar warga negara dari proses pengambilan keputusan.

Simposium Plato: Filosofi Cinta yang Mengubah Pandangan Dunia

Dalam demokrasi Kleisthenes, setiap warga negara laki-laki Athena memiliki hak untuk berpartisipasi dalam majelis rakyat yang menentukan kebijakan negara. Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi sekelompok kecil orang yang memiliki kekuasaan absolut. Prinsip “satu orang, satu suara” adalah dasar utama dari sistem ini.

Kelemahan Demokrasi: Tirani Mayoritas?

Demokrasi dan Uji Waktu: Bagaimana Sistem Ini Bertahan di Tengah Krisis Politik Modern?

Namun, setelah beberapa dekade praktik demokrasi, muncul kritik terhadap sistem ini. Socrates, filsuf besar yang hidup pada era demokrasi Athena, mengajukan pertanyaan mendasar: apakah mayoritas selalu tahu yang terbaik? Kritik ini kemudian dikembangkan oleh Plato, muridnya, yang melihat bahwa dalam demokrasi, suara mayoritas bisa dimanipulasi oleh demagog yang pandai berbicara tetapi tidak kompeten dalam pemerintahan.

Plato menggambarkan skenario di mana seorang pemimpin yang pandai memainkan emosi rakyat bisa dengan mudah memperoleh kekuasaan, meskipun ia tidak memiliki kapasitas untuk memimpin negara. Dalam bukunya, Republik, Plato mengajukan konsep "filsuf-raja" sebagai alternatif, di mana negara dipimpin oleh individu-individu yang bijaksana dan terdidik, bukan oleh mayoritas yang tidak terinformasi.

Halaman Selanjutnya
img_title