LIRIK LAGU: Lir Ilir, Lagu Jawa yang Sarat Makna
- digstraksi.com
Jawa Tengah, WISATA – Lagu Lir Ilir adalah lagu Jawa yang dapat dikatagorikan lagu dolanan anak-anak. Namun demikian, lagu yang konon diciptakan oleh Sunan Kalijaga ini sebenarnya memiliki makna mendalam sebagai nasihat bagi orang yang masih hidup.
Lagu ini sering dipakai oleh Sunan Kalijaga dalam dakwahnya menyebarkan Agama Islam di Pulau Jawa. Demikian lirik utuhnya:
Lir Ilir
Lir ilir lir ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo
Arti harafiah:
Bangunlah, bangunlah
Tanaman sudah bersemi
Demikian menghijau bagaikan pengantin baru
Anak gembala, anak gembala panjatlah pohon belimbing itu
Biar licin dan susah tetaplah kau panjat untuk membasuh pakaianmu
Pakaianmu, pakaianmu terkoyak-koyak di bagian samping
jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore
Mumpung bulan bersinar terang
mumpung banyak waktu luang
Ayo bersoraklah dengan sorakan iya
Makna kiasan:
Lagu ini diawali dengan kata Lir ilir yang artinya bangunlah atau bisa diartikan sebagai sadarlah.
Kita diajak bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas dan mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh ALLAH SWT dalam diri kita, karena itu diumpamakan dengan kata “Tandure wus sumilir” atau tanaman yang mulai bersemi dan pohon-pohon yang mulai menghijau. Bisa juga diartikan sebagai awal bersemi dan tumbuhnya ajaran Islam di tanah Jawa.
“Tak ijo royo-royo” diartikan sebagai lambang Islam yaitu warna hijau, ajarannya mulai tersebar dengan subur. “Tak sengguh panganten anyar” ibarat pengantin, ajaran Islam diterima dan dipelajari dengan penuh semangat.
“Cah angon”, atau penggembala dapat diartikan sebagai pemimpin, “Penekno blimbing kuwi”, artinya tegakkanlah rukun Islam. Belimbing yang memiliki lima sisi seperti bintang dianggap representasi dari rukun Islam yang berjumlah lima.
“Lunyu-lunyu penekno”, walau licin tetap panjatlah – artinya sesulit apapun, harus bisa menegakkan ajaran Islam. “Kanggo mbasuh dodotira”, untuk membasuh pakaianmu – maksudnya pakaian ketakwaan.
“Dodotira, dodotira kumitir bedah ing pinggir” pakaian masih compang-camping, artinya ajaran Islam belum sempurna dipelajari. “Dondomana jrumatono”, jahit dan benahilah ketakwaan umat Islam. “Kanggo seba mengko sore”, untuk menghadap sang Pencipta nanti.
“Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane”, semampang masih ada waktu dan kelapangan, kita harus mempelajari Islam.
“Sun suraka, surak hiyo,” mengiyakan, meyakini apa yang diajarkan, dan berserah diri serta senantiasa bersyukur kepada Allah SWT.
Sumber: lagudaerah.id