Mengenal Duck Syndrome, Fenomena yang Terlihat Tenang di Permukaan, Tapi Berjuang di Bawahnya

Ilustrasi duck syndrome
Sumber :
  • pixabay

Malang, WISATA – Duck Syndrome merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi seseorang yang merasa tertekan dan mempunyai banyak masalah, namun bisa terlihat baik-baik saja dari luarnya.

Duck Syndrome pertama kali digunakan di kalangan mahasiswa, khususnya di kampus-kampus bergengsi, untuk menggambarkan keadaan di mana seseorang terlihat tenang dan teratur di luar, namun sebenarnya sedang berjuang keras di bawah permukaan.

Forest Bathing, Stoicisme, dan Etnaprana: Gabungkan Ketenangan Alam, Kesehatan Mental dalam Wisata JOMO

Istilah Duck Syndrome ini menganalogikan bebek yang berenang seolah sangat tenang, tetapi kakinya berjuang keras untuk bergerak agar tubuhnya tetap bisa berada di atas permukaan air. Kondisi ini bisa berujung pada gangguan kecemasan dan depresi sehingga hal ini perlu ditangani.

Duck Syndrome di kalangan mahasiswa atau pekerja profesional sering kali mencerminkan tekanan untuk terlihat sempurna di depan orang lain, sementara di balik layar mereka sedang berjuang keras menghadapi tuntutan akademis, tekanan sosial, dan stres emosional. Fenomena ini sering kali terjadi karena adanya tekanan sosial untuk sukses dan terlihat selalu menguasai situasi, tanpa menunjukkan kelemahan atau kesulitan.

Menghidupkan Stoikisme untuk Generasi Millennial: Dari Zeno hingga Sharon Lebell

Salah satu aspek yang membuat Duck Syndrome berbahaya adalah bahwa mereka yang mengalaminya sering kali tidak mencari bantuan. Karena takut dihakimi atau dianggap gagal, orang yang mengalami Duck Syndrome cenderung menyembunyikan perjuangannya, yang pada akhirnya dapat memicu gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, atau burnout.

Duck Syndrome menunjukkan pentingnya menciptakan lingkungan yang lebih terbuka terhadap kesehatan mental, di mana setiap individu merasa nyaman untuk berbagi beban dan meminta dukungan. Dengan demikian, orang bisa lebih terbuka terhadap kenyataan bahwa tidak ada yang sempurna, dan bahwa berjuang menghadapi tantangan adalah hal yang normal.

Melepas Penat dengan JOMO: Ketika Filosofi Stoikisme Bertemu dengan Ketenangan Etnaprana

Menurut artikel dari Stanford University dan penelitian yang diulas di Psychology Today, sindrom ini kerap dialami oleh mahasiswa di universitas-universitas elit yang merasa harus tampil sempurna di mata teman-teman dan keluarganya.

Beberapa penanganan mandiri yang bisa dilakukan yaitu dengan melakukan positive self talk, termasuk melakukan kegiatan yang membuat santai seperti me time, melakukan hobi, dan lainnya. Anda juga disarankan untuk mendatangi profesional untuk membantu jika syndrome ini berkelanjutan.

 

Sumber: Psychology Today, @Indo_psikologi