Siapa yang Bertanggung Jawab atas Maraknya Tren YOLO, FOMO, dan FOPO di Indonesia?

Gaya Hidup YOLO, FOMO dan FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Pinjaman online dan kemudahan kredit juga memperburuk situasi. Banyak dari generasi muda yang memilih jalan pintas dengan meminjam uang untuk membiayai gaya hidup mereka. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa sekitar 70% peminjam di platform pinjaman online adalah generasi muda. Mereka sering kali tidak menyadari konsekuensi jangka panjang dari utang ini, terutama jika digunakan untuk keperluan konsumtif.

Kebangkitan Stoikisme: Filosofi Kuno yang Menjawab Tantangan Era Digital

Pemerintah, dalam hal ini, juga memiliki tanggung jawab. Kurangnya regulasi yang ketat terhadap iklan-iklan yang mempromosikan gaya hidup konsumtif di media sosial, serta kurangnya edukasi keuangan untuk generasi muda, telah menciptakan ruang bagi tren ini untuk berkembang. Meskipun pemerintah telah berusaha meningkatkan literasi keuangan, langkah-langkah ini belum cukup signifikan untuk membendung laju tren YOLO, FOMO, dan FOPO.

5. Solusi: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

JOMO: Seni Melarikan Diri dari Keriuhan Dunia Digital

Menjawab pertanyaan siapa yang bertanggung jawab atas maraknya tren YOLO, FOMO, dan FOPO di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Tren ini merupakan hasil dari banyak faktor yang saling terkait—media sosial, keluarga, lingkungan sosial, ekonomi, dan kebijakan pemerintah. Namun, semua pihak memiliki tanggung jawab dalam hal ini.

  1. Media sosial harus lebih bertanggung jawab dalam mengatur konten yang mereka tampilkan. Platform-platform ini harus menyadari dampak dari konten konsumtif dan glamor terhadap pengguna muda.
  2. Orang tua dan keluarga harus lebih terlibat dalam mendidik anak-anak mereka tentang nilai-nilai yang benar dan pentingnya menjalani hidup dengan realistis. Mereka perlu memberikan bimbingan yang tepat agar anak-anak tidak mudah terbawa arus tren yang merusak.
  3. Lingkungan sosial juga harus lebih inklusif dan tidak terlalu menekankan pada standar yang tidak realistis. Tekanan dari teman-teman dan masyarakat harus diminimalkan dengan menciptakan budaya yang menghargai keunikan individu.
  4. Pemerintah perlu mengambil langkah lebih lanjut untuk mengedukasi generasi muda tentang literasi keuangan dan risiko dari gaya hidup yang tidak sehat. Selain itu, regulasi yang lebih ketat terhadap iklan-iklan yang mendorong konsumtivisme juga diperlukan.

Maraknya tren YOLO, FOMO, dan FOPO di Indonesia adalah hasil dari berbagai faktor yang saling berkaitan. Namun, jika semua pihak, mulai dari media sosial, keluarga, lingkungan sosial, hingga pemerintah, berperan aktif dalam menyelesaikan masalah ini, kita dapat membangun generasi muda yang lebih sadar dan bijaksana dalam menjalani hidup.

Dari JOMO ke Stoicisme: Bagaimana Filosofi dan Alam Bersatu untuk Kesehatan Mental