Mengapa Hidup yang Diuji Lebih Bermakna: Refleksi Ajaran Socrates dalam Kehidupan Modern

Socrates di tengah Warga Athena (ilustrasi)
Sumber :
  • Handoko/Istimewa

Jakarta, WISATA - Dalam era modern yang penuh dengan kemudahan teknologi dan kecepatan informasi, banyak orang mencari cara untuk menjalani hidup yang lebih bermakna. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang serba cepat, ajaran filsuf Yunani kuno, Socrates, mengenai konsep "hidup yang diuji" menjadi semakin relevan. Tetapi, apa yang dimaksud dengan hidup yang diuji, dan mengapa Socrates begitu yakin bahwa hidup tanpa ujian tidak layak dijalani?

Zeno dari Citium dan Stoicisme: Filosofi Kuno yang Masih Relevan di Dunia Modern

Refleksi Ajaran Socrates: Hidup yang Diuji

Socrates, melalui dialog-dialognya dengan para muridnya, sering menyatakan bahwa "hidup yang tidak diuji tidak layak untuk dijalani." Ucapan ini seolah menantang kita untuk merenungkan kualitas hidup yang kita jalani. Socrates meyakini bahwa kebahagiaan sejati bukanlah hasil dari kekayaan materi atau pencapaian eksternal, tetapi dari kemampuan seseorang untuk merenung dan menguji hidupnya secara terus-menerus.

Mengapa Generasi Milenial dan Gen Z Mulai Mengadopsi Stoicisme Zeno?

Hidup yang diuji mengacu pada proses refleksi diri yang mendalam. Socrates menekankan pentingnya mempertanyakan segala sesuatu dalam hidup—keyakinan, tindakan, dan tujuan kita. Hidup yang diuji bukan hanya berarti hidup penuh dengan ujian atau masalah, tetapi hidup yang terus menerus dievaluasi dan diperbaiki.

Di zaman modern ini, konsep hidup yang diuji menjadi lebih penting dari sebelumnya. Teknologi telah memudahkan banyak aspek kehidupan, tetapi juga menciptakan distraksi yang tak terhitung jumlahnya. Banyak orang terjebak dalam rutinitas tanpa pernah benar-benar merenungkan apa yang sebenarnya penting dalam hidup mereka.

Hindari Kecanduan Gadget dengan Wisata JOMO dan Gaya Hidup Stoik, Cobalah!

Tantangan Hidup Modern dan Relevansi Ajaran Socrates

Socrates hidup di masa yang jauh berbeda dari kita sekarang, tetapi ajarannya tetap relevan. Di tengah segala kemudahan teknologi, orang sering kali kehilangan arah dan merasa hampa. Banyak yang terjebak dalam pencarian kebahagiaan semu yang didasarkan pada status sosial, pencapaian karier, atau harta benda.

Halaman Selanjutnya
img_title