Mengapa Demokrasi Athena Menghukum Mati Socrates? Pelajaran dari Kasus Sejarah

Suasana Penjara Socrates Jelang Hukuman Mati
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Proses Pengadilan: Keputusan yang Mengejutkan

Keadilan adalah Melakukan Apa yang Sesuai dengan Sifat Masing-Masing: Filosofi Plato tentang Harmoni Sosial

Pengadilan Socrates berlangsung di hadapan sekitar 500 juri yang terdiri dari warga Athena. Dalam pembelaannya, yang dikenal sebagai Apologia, Socrates tidak mencoba membela diri dengan cara konvensional. Alih-alih, ia menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan prinsip-prinsip filosofisnya dan menantang para juri untuk berpikir secara kritis tentang keadilan dan moralitas.

Socrates dengan tegas menolak untuk menunjukkan rasa bersalah atau meminta belas kasihan. Bahkan, ia menyatakan bahwa jika ia dihukum, itu karena ia telah memenuhi tugas ilahi untuk mencari kebenaran dan mengajarkan kebajikan kepada masyarakat. Ketika ditawari pilihan untuk mengusulkan hukuman alternatif, ia dengan berani menyarankan agar ia diberi penghargaan, bukan hukuman.

Dari Aristoteles ke Dunia Islam: Transformasi Ilmu Pengetahuan di Zaman Keemasan

Keputusan juri akhirnya mengejutkan banyak orang: dengan suara mayoritas, Socrates dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati dengan meminum racun hemlock. Keputusan ini menjadi simbol dari ironi dan paradoks dalam demokrasi Athena — kota yang mendukung kebebasan berbicara namun justru menghukum mati salah satu tokoh yang paling vokal dan berani dalam mempertanyakan sistem dan kepercayaan yang ada.

Mengapa Demokrasi Athena Menghukum Mati Socrates?

Dari Yunani Kuno ke Dunia Modern: Stoicisme Zeno sebagai Panduan Hidup

Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan mengapa demokrasi Athena memilih untuk menghukum mati Socrates. Pertama, situasi politik yang kacau pasca-Perang Peloponnesian membuat banyak warga Athena mencari kambing hitam atas kegagalan dan kemerosotan yang dialami kota mereka. Socrates, dengan ajaran dan metode kritisnya, menjadi target yang mudah bagi mereka yang ingin memulihkan kestabilan dan menghilangkan ancaman terhadap otoritas yang ada.

Kedua, Socrates dipandang sebagai sosok yang menantang struktur sosial dan agama tradisional. Dalam masyarakat yang sangat mengutamakan kesatuan dan nilai-nilai kolektif, pendekatan Socrates yang cenderung individualistis dan skeptis terhadap kepercayaan tradisional dianggap mengancam harmoni sosial. Ia dianggap "menciptakan dewa-dewa baru" dan merusak nilai-nilai yang telah lama dijunjung tinggi oleh warga Athena.

Halaman Selanjutnya
img_title