Revolusi Akuakultur dengan Teknologi AI: eFishery Membantu Petambak Udang dan Ikan Indonesia

Petani Budidaya Ikan
Sumber :
  • Microsoft

Jakarta, WISATA – Pagi itu matahari baru saja terbit ketika Andriyono, seorang petambak udang, memeriksa salah satu dari 16 kolamnya di pantai selatan Jawa Tengah. Dengan hati-hati, ia menarik jaring melingkar dari air, memeriksa sisa makanan untuk memastikan udangnya mendapatkan asupan yang cukup. Puas dengan hasilnya, Andriyono menurunkan kembali jaring ke air yang gelap.

Indonesia Serukan Tindakan Nyata Negara Maju dalam Transisi Hijau di ISF 2024

Pemeriksaan residu pakan sangat penting untuk memantau kesehatan udang. Sisa makanan yang tidak dimakan dapat menandakan masalah seperti penyakit, kekurangan oksigen, atau pH air yang terlalu tinggi. Residu tersebut juga berdampak buruk pada kualitas air, yang pada akhirnya bisa menyebabkan udang sakit atau mati dalam beberapa hari.

Udang adalah makhluk yang sangat sensitif. "Jika satu udang terkena virus, seluruh tambak udang bisa mati," kata Elsa Vinietta, Head of Aquaculture Platform and AI for eFishery, sebuah startup aquatech yang bertujuan memodernisasi akuakultur. Penyakit dapat menyebar dengan cepat melalui air atau burung yang minum dari kolam yang berbeda.

Jokowi Buka ISF 2024: Seruan Kolaborasi Global Hadapi Krisis Iklim

Ketika tambak dikelola dengan baik, tingkat kelangsungan hidup udang bisa meningkat dari 60 persen hingga 90 persen, tambah Vinietta.

Baru-baru ini, Andriyono mulai menggunakan asisten AI generatif bernama Mas Ahya untuk menjaga udangnya tetap sehat. Mas Ahya adalah kombinasi dari "ahli" dan "budidaya", dan dapat diakses melalui aplikasi mobile. Ini adalah proyek percontohan eFishery yang menggunakan layanan Microsoft Azure OpenAI untuk meningkatkan akses keahlian akuakultur.

Robot Bedah Generasi Baru: Membawa Telesurgery ke Tingkat yang Lebih Tinggi dengan Teknologi AI

Sejak beralih dari menanam padi ke budidaya udang 10 tahun yang lalu, Andriyono kini menghasilkan lima kali lipat dari pendapatannya sebelumnya. "Sejak menggunakan Mas Ahya, saya tahu setiap detik apa kualitas airnya. Saya juga bisa memperkirakan harga dengan lebih baik," kata Andriyono, 39 tahun. "Mas Ahya membuat segalanya lebih cepat."

Ledakan Akuakultur

Setengah dari makanan laut dunia sekarang berasal dari akuakultur. Pada tahun 2020, dari 178 juta ton makanan laut yang diproduksi secara global, 49 persen berasal dari akuakultur, menurut laporan FAO. Indonesia adalah produsen akuakultur terbesar ketiga di dunia, setelah China dan India, dengan pangsa global sebesar 7 persen.

Pemerintah Indonesia memiliki target ambisius untuk memperluas sektor ini lebih jauh. Namun, degradasi lingkungan menjadi masalah serius yang memerlukan metode pertanian yang lebih berkelanjutan.

eFishery, didirikan pada tahun 2013 oleh Gibran Huzaifah, bertujuan untuk memodernisasi budidaya ikan dan udang tradisional. Kini, eFishery melayani 200.000 petani dan bernilai $1,4 miliar USD. Perusahaan ini menawarkan pembiayaan untuk pakan dan infrastruktur, yang dibayar oleh pembudidaya setelah panen. Data dari eFeeder otomatis dan sistem pemantauan kualitas air disajikan dalam aplikasi eFarm untuk membantu pembudidaya memantau kondisi tambak mereka.

Tahun lalu, eFishery mulai menggunakan Azure IoT untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara real time. Mas Ahya, yang dikembangkan menggunakan Azure OpenAI Service, memungkinkan pembudidaya mengakses data dan wawasan untuk memaksimalkan produksi.

Teknologi yang Mendukung Keberlanjutan

Di desa Paremono, satu jam dari Yogyakarta, Ira Nasihatul Husna dan suaminya, Purwanto, mengelola peternakan ikan nila. Tahun lalu, mereka memasang eFeeder dan monitor kualitas air yang terhubung ke aplikasi eFarm. Pemberian pakan yang lebih tepat dan merata telah mempersingkat waktu dari benih ke ukuran pasar dari empat menjadi tiga setengah bulan.

Pada bulan Februari, Ira mulai menggunakan Mas Ahya. Sekarang, dia dapat memeriksa kualitas air dan pakan kapan saja, di mana saja. Ketika dia bertanya tentang cara mengatasi jamur pada ikan nila, Mas Ahya memberikan solusi untuk menambahkan kapur tohor untuk mengurangi keasaman air.

Andriyono, petambak udang, juga merasakan manfaat dari teknologi ini. Sebelum menggunakan eFeeder, ia harus memberi makan udangnya secara manual empat kali sehari. Sekarang, eFeeder menyebarkan pakan sepanjang hari, dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore, yang membantu udang tumbuh lebih cepat. "Rencana saya adalah mengekspor semua udang karena nilainya lebih tinggi," kata Andriyono.

Masa Depan eFishery

Tujuan masa depan eFishery adalah membantu pembudidaya ikan dan udang Indonesia mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan dan mendapatkan sertifikasi dari organisasi global seperti Best Aquaculture Practices (BAP) dan Seafood Watch. Mas Ahya akan berperan penting dalam memberikan informasi tentang keberlanjutan dan cara mendapatkan sertifikasi ini.

Tim eFishery juga melihat potensi untuk menggunakan Azure OpenAI Service GPT-4 Turbo dengan Vision untuk menyertakan gambar, video, dan format lain di Mas Ahya.

Fokus pada keberlanjutan dan teknologi membuat akuakultur menarik bagi generasi muda. "Anak muda mau bergabung dengan gerakan eFishery," kata Romi Witjaksono, manajer produk Mas Ahya.

Sebagai bagian dari ajakan untuk memperkenalkan lebih banyak inovasi di bidang teknologi dan akuakultur, eFishery akan berpartisipasi dalam Indonesia Technology dan Innovation 2024 (INTI 2024) di JI-EXPO tanggal 12-14 Agustus 2024. INTI adalah pameran teknologi dan inovasi terbesar di Indonesia, yang akan menampilkan berbagai inovasi terbaru di bidang teknologi dan akuakultur. Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di https://inti.asia.