Bagaimana 'Friendshoring' Menjadikan Asia Tenggara Pusat Revolusi AI

Artificial Intelegence
Sumber :
  • Pexels

Jakarta, WISATA - Di tengah dinamika geopolitik global, strategi 'friendshoring' telah mendorong perusahaan teknologi untuk memindahkan rantai pasokan mereka ke negara-negara yang memiliki hubungan politik yang lebih stabil dan sejalan. Asia Tenggara, dengan sumber daya melimpah dan kebijakan yang mendukung, telah muncul sebagai pusat baru dalam revolusi Kecerdasan Buatan (AI).

Revolusi AI: Peluang dan Tantangan dalam Pengaturan Global di Tengah Gejolak Geopolitik

Apa Itu 'Friendshoring'?

'Friendshoring' adalah strategi di mana perusahaan memindahkan operasi manufaktur dan rantai pasokan mereka ke negara-negara yang dianggap sebagai sekutu atau memiliki hubungan diplomatik yang baik. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko yang terkait dengan ketidakstabilan politik dan ekonomi di negara-negara tertentu.

PIALA AFF/AMEC 2024: Kalah dari Vietnam, Klasemen Grup B Indonesia Tergeser ke Urutan Dua

Asia Tenggara: Destinasi Utama 'Friendshoring'

Negara-negara seperti Malaysia, Vietnam, dan Indonesia telah menjadi tujuan utama bagi perusahaan teknologi global yang ingin mendiversifikasi rantai pasokan mereka. Menurut laporan dari Time, Penang, Malaysia, telah menjadi hub signifikan untuk produksi chip semikonduktor yang krusial bagi revolusi AI. Perusahaan seperti Intel, Micron, dan lainnya telah berinvestasi besar-besaran di wilayah ini.

Menakjubkan "The First Humans" Video Terbaru Hasil OpenAI Bernama Sora

Investasi Besar di Sektor Semikonduktor dan AI

Investasi di sektor semikonduktor dan AI di Asia Tenggara terus meningkat. Malaysia, misalnya, menargetkan investasi setidaknya 500 miliar ringgit (sekitar USD107 miliar) untuk pengembangan industri semikonduktornya.

Selain itu, perusahaan seperti Nvidia telah mengumumkan rencana investasi triliunan rupiah untuk membangun pabrik semikonduktor di Vietnam.

Dampak Positif bagi Ekonomi Regional

Strategi 'friendshoring' dan peningkatan investasi di sektor teknologi telah membawa dampak positif bagi ekonomi negara-negara di Asia Tenggara. Peningkatan lapangan kerja, transfer teknologi, dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan menjadi beberapa manfaat yang dirasakan. Menurut Microsoft News, AI memiliki potensi untuk menyumbang hampir $1 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Asia Tenggara pada tahun 2030, dengan Indonesia diproyeksikan menyumbang $366 miliar dari jumlah tersebut.

Tantangan yang Dihadapi

Meskipun demikian, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, seperti kebutuhan akan pengembangan sumber daya manusia yang kompeten di bidang teknologi, peningkatan infrastruktur digital, dan penyesuaian regulasi yang mendukung pertumbuhan industri AI. Selain itu, persaingan dengan negara-negara lain dalam menarik investasi juga menjadi tantangan tersendiri.

'Friendshoring' telah menjadikan Asia Tenggara sebagai pusat baru dalam revolusi AI. Dengan investasi yang terus meningkat dan dukungan kebijakan yang tepat, kawasan ini berpotensi menjadi pemain utama dalam industri teknologi global. Namun, diperlukan upaya bersama untuk mengatasi tantangan yang ada dan memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.