AI dan Energi: Mengurangi Emisi atau Meningkatkan Permintaan? Inilah Fakta yang Perlu Anda Ketahui!

AI dan Energi
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Dalam beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi salah satu teknologi yang paling penting di dunia. Namun, ada dua sisi yang saling bertentangan mengenai pengaruh AI terhadap lingkungan: di satu sisi, AI dapat membantu transisi energi hijau, tetapi di sisi lain, memerlukan daya komputasi yang besar yang justru berkontribusi pada peningkatan emisi karbon. Artikel ini akan mengeksplorasi kedua sisi tersebut dan mencari tahu apakah AI benar-benar bisa menjadi solusi bagi krisis iklim atau malah memperburuknya.

Krisis Iklim Terus Memburuk: Inilah Daftar Negara yang Gagal Memenuhi Paris Agreement

Meningkatnya Emisi dari Pusat Data AI

Perusahaan teknologi besar, seperti Microsoft dan Google, melaporkan lonjakan emisi akibat ekspansi pusat data yang digunakan untuk menjalankan model AI. Microsoft, yang telah berinvestasi besar-besaran dalam OpenAI, melaporkan bahwa emisi CO2 mereka meningkat hampir 30% sejak 2020. Google juga mengalami kenaikan emisi hampir 50% dari tahun 2019 hingga 2023, sebagian besar terkait dengan permintaan energi untuk pusat data.

Kiamat Makin Dekat: Bagaimana Perubahan 1,5°C Mengancam Kehidupan Kita?

AI membutuhkan daya komputasi yang sangat besar untuk melatih dan mengoperasikan modelnya, terutama model AI generatif yang lebih kompleks. Sebagai contoh, untuk melatih model Generative Pre-trained Transformer 3 (GPT-3), diperlukan sekitar 1.300 megawatt jam (MWh) listrik, setara dengan konsumsi tahunan 130 rumah di AS. Sedangkan GPT-4, yang lebih canggih, diperkirakan membutuhkan 50 kali lebih banyak listrik.

Dampak AI terhadap Permintaan Energi Global

Indonesia-RRT: Kerja Sama Strategis untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan

Meskipun saat ini penggunaan energi oleh AI hanya mencakup sebagian kecil dari total konsumsi energi sektor teknologi, diperkirakan permintaan ini akan meningkat seiring dengan adopsi AI oleh lebih banyak perusahaan, pemerintah, dan organisasi. Pusat data sudah menjadi pendorong utama pertumbuhan permintaan listrik di banyak wilayah, dan AI berkontribusi terhadap percepatan tren ini.

Berdasarkan laporan, permintaan komputasi yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan AI terus meningkat dan diperkirakan akan berlipat ganda setiap 100 hari. Model AI generatif memerlukan sekitar 33 kali lebih banyak energi untuk menyelesaikan suatu tugas dibandingkan perangkat lunak khusus tugas lainnya. Hal ini tentu akan memberi tekanan tambahan pada jaringan listrik global yang sudah tertekan.

Inovasi Teknologi untuk Efisiensi Energi AI

Meskipun demikian, industri AI juga sedang mencari cara untuk meningkatkan efisiensi energi. Perkembangan dalam perangkat keras dan teknik pendinginan chip bisa menjadi solusi untuk mengatasi permintaan energi yang meningkat. Sebagai contoh, Nvidia telah merilis "superchip" yang diklaim mampu meningkatkan kinerja AI hingga 30 kali lipat sambil mengurangi konsumsi energi hingga 25 kali lipat.

Selain itu, pusat data juga semakin efisien dalam hal penggunaan energi. Teknologi pendinginan baru, serta pemanfaatan energi saat listrik lebih murah, tersedia, dan lebih berkelanjutan, sedang dieksplorasi untuk mendorong efisiensi lebih lanjut. Mengurangi penggunaan data yang tidak diperlukan, seperti "dark data" yang dihasilkan namun tidak pernah digunakan, juga menjadi fokus untuk mengurangi beban energi.

Tantangan Jaringan Listrik dan AI

AI bukan satu-satunya faktor yang memberikan tekanan pada jaringan listrik. Permintaan energi dari populasi yang terus tumbuh dan tren elektrifikasi global menyebabkan peningkatan permintaan yang bisa memperlambat dekarbonisasi jaringan listrik. Namun, jaringan listrik yang bersih, modern, dan terdekarbonisasi sangat penting untuk mencapai ekonomi emisi nol bersih.

AI juga dapat berperan dalam mengatasi tantangan integrasi energi terbarukan dalam jaringan listrik yang ada. Dengan menganalisis data besar, AI dapat memprediksi produksi energi dari sumber terbarukan dan membantu menjadwalkan beban untuk memastikan pusat data menggunakan energi saat listrik dari sumber energi terbarukan tersedia.

AI menawarkan peluang besar untuk mendukung transisi energi hijau, namun di sisi lain, penggunaan energi yang tinggi juga menjadi tantangan besar. Diperlukan pendekatan kolaboratif dari berbagai pihak untuk menemukan keseimbangan antara pemanfaatan AI dan dampaknya terhadap lingkungan. Inisiatif seperti Aliansi Tata Kelola Kecerdasan Buatan dari Forum Ekonomi Dunia bisa menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa AI menjadi alat yang mendukung inovasi dan keberlanjutan, bukan hanya beban bagi lingkungan.