Jokowi Buka Kembali Kran Ekspor Pasir Laut: Peluang Ekonomi atau Ancaman Lingkungan?

Perbedaan Pasir Laut dan Sedimen Laut (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/ Handoko

Jakarta, WISATA - Presiden Joko Widodo kembali membuat kebijakan yang memicu perdebatan publik. Setelah 20 tahun dihentikan, pemerintah Indonesia resmi membuka kembali ekspor pasir laut. Langkah ini disebut-sebut sebagai upaya untuk mendongkrak perekonomian, namun di sisi lain banyak pihak yang mempertanyakan dampaknya terhadap lingkungan, terutama ekosistem pesisir. Dalam narasi kebijakan ini, muncul pertanyaan besar: apakah pembukaan kembali ekspor pasir laut ini merupakan peluang emas bagi ekonomi nasional, atau justru ancaman serius bagi lingkungan kita?

Inikah Bukti Kesemrawutan Pengelolaan UMKM: Pemerintah Tidak Hadir untuk UMKM, Tumbuh Liar Tanpa Arah?

Latar Belakang Kebijakan Ekspor Pasir Laut

Ekspor pasir laut Indonesia pernah menjadi sektor yang menguntungkan di awal tahun 2000-an, dengan negara-negara seperti Singapura menjadi importir utama. Namun, akibat kekhawatiran akan dampak negatif terhadap lingkungan, pemerintah pada tahun 2003 memutuskan untuk menghentikan ekspor ini. Penutupan tersebut diambil untuk melindungi ekosistem pesisir dan mencegah degradasi pantai akibat penambangan yang berlebihan.

Winter is Coming: Pidato Kreatif Jokowi yang Ditulis Tom Lembong di Forum IMF-World Bank

Pada pertengahan tahun 2024, Presiden Jokowi secara resmi membuka kembali ekspor pasir laut, dengan dalih memperkuat perekonomian nasional dan memenuhi permintaan internasional yang terus meningkat. Pembukaan ini diharapkan dapat meningkatkan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertambangan.

Potensi Ekonomi dari Pembukaan Ekspor Pasir Laut

Mana Lebih Merugikan Secara Ekonomi dan Ekologi: Ekspor Pasir Laut atau Sedimen Laut?

Keputusan Jokowi ini memang membawa harapan bagi sektor ekonomi. Pasir laut adalah komoditas yang bernilai tinggi, terutama untuk negara-negara yang membutuhkan bahan baku untuk reklamasi pantai dan pembangunan infrastruktur. Negara seperti Singapura, yang telah lama mengimpor pasir laut dari Indonesia, diperkirakan akan menjadi salah satu mitra dagang utama setelah kebijakan ini diberlakukan kembali.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pasir laut pada awal 2000-an menyumbang lebih dari USD 1,2 miliar per tahun untuk perekonomian Indonesia. Dengan dibukanya kembali kran ekspor ini, potensi pemasukan devisa bisa mencapai angka yang sama, atau bahkan lebih tinggi, seiring dengan meningkatnya permintaan global. Di tengah perlambatan ekonomi pasca-pandemi, kebijakan ini dianggap sebagai angin segar yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Halaman Selanjutnya
img_title