Luhut Pandjaitan: Transisi Energi Bukan Sekadar Pengurangan Emisi, tapi Juga Dorongan Ekonomi
- Kemenko Marves
Jakarta, WISATA – Pada acara Indonesia International Sustainability Forum 2024, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut B. Pandjaitan menyampaikan bahwa transisi energi yang sedang diupayakan Indonesia tidak hanya sebatas pengurangan emisi, tetapi juga harus memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Dalam sesi plenari bertema Future of Energy Transition in Emerging Economies di Jakarta Convention Center, Luhut menekankan bahwa proses transisi ini harus berjalan adil, tanpa mengorbankan sektor-sektor vital lainnya.
"Transisi energi harus mengatasi pertumbuhan ekonomi, memastikan keamanan energi, dan mengatasi perubahan iklim secara efektif, tanpa mengorbankan aspek-aspek penting ini," ujar Luhut saat menyampaikan sambutannya.
Kemitraan Global dan Pengembangan Proyek Energi Terbarukan
Indonesia telah membentuk Gugus Tugas Transisi Energi Nasional untuk mendorong berbagai inisiatif transisi energi. Salah satu langkah penting yang ditempuh adalah melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), bekerja sama dengan International Partners Group (IPG) dan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ). Dalam kemitraan ini, Indonesia berhasil mengidentifikasi lebih dari 400 proyek prioritas di sektor ketenagalistrikan yang siap didanai.
"Kita perlu kolaborasi dan investasi untuk memastikan transisi ini berjalan lancar," ujar Luhut, seraya menekankan bahwa kolaborasi dengan pihak internasional menjadi kunci utama percepatan transisi energi di Indonesia.
Investasi dan Pengembangan Industri Hijau
Selain mengurangi emisi, Luhut juga menekankan pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan industri hijau yang mampu menopang ekonomi jangka panjang. Menurutnya, Indonesia sedang mengarahkan investasi pada teknologi energi terbarukan, seperti yang terlihat dari program Percepatan Penerapan Energi Terbarukan (ARED) dari PLN yang menargetkan 480GW kapasitas energi terbarukan pada 2060.
Luhut juga menyinggung kemitraan dengan Singapura dalam pengembangan panel surya dan sistem penyimpanan energi baterai (BESS), yang akan memungkinkan Indonesia mengekspor listrik hijau ke negara tetangga tersebut.
Dorongan Besar di Sektor Transportasi
Tidak hanya di sektor energi, Luhut juga menyoroti transformasi signifikan di sektor transportasi Indonesia, terutama dalam adopsi kendaraan listrik (EV). Pemerintah telah memperkenalkan berbagai insentif untuk mempercepat transisi ke kendaraan listrik, yang menghasilkan peningkatan signifikan dalam penjualan kendaraan listrik berbasis baterai (BEV).
"Penjualan BEV meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 5.800 unit pada paruh pertama tahun 2023 menjadi 12.200 unit pada paruh pertama tahun 2024," jelas Luhut. Hal ini menunjukkan perkembangan pesat dalam industri transportasi ramah lingkungan di Indonesia.
Membangun Solusi yang Sesuai dengan Konteks Nasional
Luhut menggarisbawahi bahwa setiap negara harus memilih dan menerapkan solusi transisi energi yang sesuai dengan konteks dan kemampuan masing-masing. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, harus mencari jalan tengah antara pertumbuhan ekonomi dan pengurangan emisi.
"Kita tidak dapat 100% menerapkan solusi dari negara-negara maju, karena kapasitas fiskal, akses teknologi, dan realitas politik mereka sangat berbeda. Setiap negara harus memilih strategi yang sesuai dengan konteksnya," tegas Luhut.
Dengan dorongan yang kuat dari pemerintah, kolaborasi internasional, dan upaya dari berbagai pihak, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mencapai transisi energi yang adil dan berkelanjutan.