Gethuk Kethek Salatiga: Jajanan Legendaris yang Tetap Bertahan di Era Modern
- gastronomy.salatiga.go.id
Salatiga, WISATA - Kalau bicara soal kuliner khas Jawa Tengah, rasanya belum lengkap kalau belum menyebut gethuk kethek, jajanan tradisional khas Salatiga yang sudah eksis sejak tahun 1980-an. Meski zaman terus berubah, penganan berbahan dasar singkong ini tetap bertahan hingga sekarang, menghadirkan cita rasa nostalgia yang dirindukan banyak orang.
Menariknya, gethuk kethek ini hanya diproduksi oleh satu rumah tangga di Salatiga, yang tetap menjaga keaslian resep dan cara pembuatannya secara turun-temurun. Berlokasi di Jalan Argo Tunggal Nomor 9, Salatiga, tempat produksinya cukup mudah dijangkau, tidak jauh dari Hotel Laras Asri. Jika melewati lampu merah pertigaan ABC, cukup masuk ke jalan kecil di seberang Bakso ABC, dan Anda akan menemukan tempat produksi yang sederhana namun penuh cerita.
Kenapa Disebut Gethuk Kethek?
Banyak orang penasaran dengan asal-usul nama "gethuk kethek." Rupanya, nama unik ini muncul karena di rumah produksi gethuk ini terdapat seekor monyet peliharaan yang sudah menemani keluarga pembuat gethuk selama kurang lebih 30 tahun. Keberadaan monyet inilah yang membuat warga sekitar dan pelanggan setia menyebutnya sebagai gethuk kethek, sebagai penanda lokasi yang mudah diingat.
Bagi masyarakat Salatiga, gethuk kethek bukan sekadar camilan biasa. Makanan ini sudah menjadi bagian dari sejarah kuliner kota, menghadirkan rasa otentik yang mampu bertahan di tengah gempuran jajanan modern.
Resep Sederhana dengan Cita Rasa Tak Terlupakan
Salah satu alasan kenapa gethuk kethek begitu digemari adalah karena kesederhanaan bahan dan proses pembuatannya yang tetap mempertahankan rasa khas. Bahan utamanya tentu saja singkong pilihan, yang dikukus hingga matang sempurna. Setelah itu, singkong ditumbuk bersama parutan kelapa dan gula pasir, lalu diberi tambahan sedikit garam dan vanili untuk memperkaya rasa dan aroma.
Setelah adonan tercampur dengan sempurna, gethuk dicetak dalam bentuk balok-balok kecil yang siap dikemas dan dijual. Setiap kardus berisi 20 balok gethuk, dengan harga yang cukup terjangkau, yaitu Rp 12.000 per kardus. Ukuran setiap baloknya kira-kira sebesar ibu jari orang dewasa, pas untuk dinikmati dalam sekali gigit.
Produksi yang Terbatas, Rasa yang Tetap Terjaga
Santoso, pemilik usaha gethuk kethek yang kini telah masuk generasi kedua, mengungkapkan bahwa produksinya memang tidak pernah dilakukan dalam jumlah besar. Hal ini karena gethuk kethek memiliki daya tahan yang sangat singkat, maksimal hanya bertahan enam jam saja. Karena alasan inilah, setiap harinya mereka hanya mengolah sekitar satu kuintal singkong, yang biasanya langsung habis terjual.
Menurut Santoso, mempertahankan kualitas dan kesegaran adalah prioritas utama mereka. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk memproduksi dalam jumlah terbatas dan memastikan setiap kardus yang terjual memiliki cita rasa terbaik.
Perjalanan Kemasan: Dari Daun Pisang Hingga Kardus Merek
Meski resepnya tetap sama, kemasan gethuk kethek telah mengalami banyak perubahan seiring waktu. Pada awalnya, gethuk ini dijual menggunakan bungkus daun pisang, yang memberikan aroma khas tersendiri. Seiring perkembangan zaman, kemasan pun beralih ke kertas koran, kemudian kertas minyak, dan kini menggunakan kardus khusus bertuliskan merek "Satu Rasa."
Meski kemasannya berubah, Santoso tetap berusaha mempertahankan kesan tradisional yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pelanggan. Bagi banyak orang, menyantap gethuk kethek tidak hanya soal rasa, tetapi juga tentang pengalaman menikmati jajanan klasik yang sarat kenangan.
Pelanggan Setia dari Berbagai Daerah
Ketenaran gethuk kethek tidak hanya dikenal di Salatiga, tetapi juga sampai ke luar kota. Hartoko Tugiyo, seorang pelanggan setia dari Ungaran, mengaku selalu kembali untuk membeli gethuk ini karena teksturnya yang lembut dan rasanya yang autentik.
Menurut Hartoko, yang membuat gethuk kethek begitu spesial adalah perpaduan rasa manis dan gurih yang pas, serta tekstur lembut yang membuatnya ringan di mulut. Ia bahkan sering membawakan gethuk kethek sebagai oleh-oleh untuk teman dan keluarganya di luar kota.
Tantangan di Era Modern
Meskipun masih memiliki banyak pelanggan setia, usaha gethuk kethek juga menghadapi berbagai tantangan di era modern ini. Salah satunya adalah meningkatnya persaingan dengan jajanan kekinian yang terus bermunculan. Namun, Santoso tetap optimis bahwa selama ia bisa mempertahankan kualitas dan rasa asli gethuk buatannya, pelanggan akan terus datang.
Selain itu, dengan semakin maraknya penggunaan media sosial, gethuk kethek kini mulai dikenal oleh generasi muda yang penasaran dengan kuliner-kuliner khas daerah. Banyak pelanggan yang datang karena rekomendasi dari media sosial, membuktikan bahwa jajanan tradisional ini masih memiliki tempat di hati masyarakat.
Menjaga Warisan Kuliner Salatiga
Gethuk kethek adalah salah satu contoh bagaimana sebuah warisan kuliner bisa tetap bertahan di tengah perubahan zaman. Dengan mempertahankan resep dan proses pembuatan tradisional, serta terus beradaptasi dengan perkembangan kemasan dan pemasaran, makanan ini tetap bisa dinikmati oleh berbagai generasi.
Jika Anda berkunjung ke Salatiga, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi gethuk kethek yang legendaris ini. Sensasi manisnya yang lembut, gurihnya kelapa, dan aroma khas vanili dijamin akan membawa Anda pada nostalgia masa kecil yang hangat.