John Sellars: Media Sosial, Antara Alat Pertumbuhan atau Racun Batin

John Sellars
John Sellars
Sumber :
  • Cuplikan layar

Malang, WISATA – “Media sosial bisa menjadi alat atau racun—tergantung bagaimana kita menggunakannya.” Kutipan dari filsuf kontemporer John Sellars ini menggugah kesadaran kita di tengah era digital yang serbacepat dan penuh interaksi daring. Sebagai penulis buku Lessons in Stoicism dan Stoicism and the Art of Happiness, Sellars tidak hanya menghidupkan kembali Stoikisme, tetapi juga menjadikannya relevan dalam menghadapi tekanan zaman modern, termasuk penggunaan media sosial.

Filsafat Stoik yang dipelajari dan diajarkan Sellars menekankan pentingnya pengendalian diri, kejernihan berpikir, dan hidup berdasarkan nilai kebajikan. Dalam konteks ini, media sosial bukanlah musuh. Justru bisa menjadi sarana refleksi dan pertumbuhan, asalkan digunakan dengan kesadaran penuh.

Antara Alat Pencerahan dan Racun Mental

Menurut Sellars, media sosial bisa menjadi alat edukasi dan koneksi antarindividu yang membangun. Banyak komunitas berbasis nilai dan pendidikan yang tumbuh di platform digital. Namun, masalah muncul ketika penggunaan media sosial beralih dari kebutuhan menjadi candu. Ketika scrolling tak berujung menggantikan waktu refleksi, atau ketika validasi eksternal mengalahkan harga diri dan ketenangan batin.

“Dalam Stoikisme, kita diajarkan untuk membedakan antara apa yang bisa kita kendalikan dan yang tidak. Konten di media sosial? Itu di luar kendali kita. Tapi bagaimana kita bereaksi terhadapnya? Itu sepenuhnya milik kita,” jelas Sellars dalam sebuah wawancara.

Validasi Diri yang Salah Arah

Fenomena mengejar likes, followers, dan perhatian seringkali membuat seseorang kehilangan jati diri. Banyak orang terjebak dalam citra digital yang tidak mencerminkan nilai atau kehidupan nyata mereka. Dalam hal ini, media sosial menjadi racun: mengikis kepercayaan diri, menumbuhkan rasa iri, dan memperparah kecemasan.