René Descartes dan ‘Cogito Ergo Sum’: Arti dan Relevansinya Saat Ini

René Descartes:
René Descartes:
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Kita juga hidup di zaman ketika banyak orang kehilangan jati diri akibat tekanan sosial, budaya, dan algoritma media sosial. Mereka menjadi cermin dari opini orang lain tanpa benar-benar mengenali dirinya sendiri. Dengan kembali pada prinsip Descartes, kita diajak untuk merenungkan identitas diri melalui proses berpikir yang mandiri. Kesadaran bahwa kita “ada” bukan berasal dari pengakuan orang lain, tetapi dari kemampuan kita untuk memahami dan memproses pemikiran kita sendiri.

“Cogito ergo sum” juga relevan dalam pendidikan modern. Dalam proses belajar, murid-murid tidak hanya dituntut menghafal, tetapi juga belajar berpikir—menganalisis, mengkritisi, dan menyimpulkan. Konsep berpikir sebagai inti dari eksistensi mendukung pendekatan pedagogis yang aktif, reflektif, dan berorientasi pada pemahaman mendalam.

Dalam bidang teknologi, terutama dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI), pemikiran Descartes menjadi acuan penting. Apakah mesin yang mampu “berpikir” juga berarti “ada” secara filosofis? Apakah kesadaran buatan mungkin dicapai? Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan betapa luasnya pengaruh frasa Descartes hingga ke ranah etika dan eksistensialisme teknologi.

Descartes juga menekankan pentingnya menggunakan akal sehat secara teratur dan terstruktur. Baginya, berpikir secara logis bukan hanya milik para filsuf, melainkan hak dan kewajiban setiap manusia yang ingin hidup secara benar dan bermakna. Maka dari itu, “Cogito ergo sum” menjadi semacam panggilan untuk hidup dengan kesadaran penuh, tidak terombang-ambing oleh emosi sesaat atau opini mayoritas.

Bahkan dalam spiritualitas dan refleksi pribadi, frasa ini bisa menjadi titik tolak untuk menyadari keberadaan kita secara utuh. Dengan mengenali pikiran sendiri, kita lebih memahami nilai kehidupan, tujuan eksistensi, dan hubungan kita dengan dunia sekitar.

René Descartes meninggal pada 11 Februari 1650 di Stockholm, namun warisannya tetap hidup. “Cogito ergo sum” telah menjadi landasan filsafat modern dan simbol pemikiran rasional. Frasa ini tidak hanya merangkum esensi eksistensial manusia, tetapi juga memberi kita alat untuk menghadapi tantangan dunia yang kompleks, cepat, dan sering kali membingungkan.

Descartes tidak hanya menyumbangkan satu kalimat penting, melainkan sebuah panduan hidup: bahwa eksistensi manusia bukan ditentukan oleh apa yang ia miliki, tetapi oleh apa yang ia pikirkan dan bagaimana ia memahami pikirannya sendiri.