René Descartes dan ‘Cogito Ergo Sum’: Arti dan Relevansinya Saat Ini

René Descartes:
René Descartes:
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Malang, WISATA – Dalam sejarah pemikiran dunia, kutipan Cogito ergo sum atau “Aku berpikir, maka aku ada” merupakan salah satu pernyataan paling terkenal dan berpengaruh. Diperkenalkan oleh filsuf Prancis René Descartes pada abad ke-17, ungkapan ini menjadi tonggak penting dalam perkembangan filsafat modern. Namun lebih dari sekadar frasa klasik, kalimat tersebut menyimpan makna mendalam yang masih sangat relevan dengan dinamika kehidupan di era kontemporer.

René Descartes (1596–1650) dikenal luas sebagai Bapak Filsafat Modern karena peran besarnya dalam memperkenalkan pendekatan rasional dan logis dalam memahami dunia. Dalam karyanya Discourse on the Method (1637), ia menyampaikan bahwa cara terbaik untuk membangun fondasi pengetahuan yang kokoh adalah dengan meragukan segala sesuatu—bahkan hingga pada hal-hal yang selama ini dianggap pasti.

Dari proses keraguan itulah Descartes tiba pada satu kepastian yang tak bisa dibantah: fakta bahwa ia sedang berpikir. Dan karena ia berpikir, maka ia pasti ada. Inilah dasar dari frasa legendaris “Cogito ergo sum.” Dengan menyatakan kalimat ini, Descartes tidak hanya mengukuhkan eksistensinya sebagai makhluk yang berpikir, tetapi juga meletakkan dasar baru bagi filsafat dan ilmu pengetahuan.

Pemikiran ini sangat revolusioner pada zamannya. Sebelum Descartes, banyak pemikiran filsafat Barat masih bergantung pada doktrin keagamaan atau asumsi klasik dari filsuf-filsuf Yunani. Descartes hadir dengan pendekatan yang menempatkan pikiran manusia sebagai sumber utama kebenaran, bukan otoritas eksternal. Dalam hal ini, “Cogito ergo sum” bukan hanya pernyataan metafisik, tetapi manifesto kebebasan berpikir dan refleksi diri.

Makna filosofis dari frasa ini adalah bahwa eksistensi manusia ditentukan oleh kesadarannya untuk berpikir. Seseorang bisa kehilangan semua indra, kehilangan segala yang ia percaya, namun selama ia sadar bahwa ia sedang berpikir, maka ia tetap ada. Ini menjadi titik awal yang tidak bisa diragukan, sekaligus fondasi untuk membangun seluruh sistem pengetahuan.

Lantas, apakah konsep ini masih penting dalam kehidupan sekarang? Jawabannya: sangat penting. Di era digital dan teknologi informasi seperti saat ini, manusia dihadapkan pada arus data dan opini yang luar biasa deras. Di tengah banjir informasi, muncul pertanyaan mendasar: mana yang benar? mana yang palsu? bagaimana cara mengetahui sesuatu itu valid?

Di sinilah pemikiran Descartes memainkan perannya. Prinsip “Cogito ergo sum” mengingatkan kita bahwa berpikir secara sadar dan kritis adalah langkah pertama menuju kebenaran. Saat informasi begitu mudah diakses namun tidak semuanya akurat, keraguan menjadi alat utama untuk menyaring dan mengevaluasi.