Seneca: Memberi dengan Ikhlas, Menerima dengan Syukur

Seneca
Seneca
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA – Dalam pusaran kehidupan modern yang penuh dengan transaksi sosial dan ekspektasi timbal balik, filsuf Stoik Romawi, Lucius Annaeus Seneca, mengingatkan kita akan pentingnya keikhlasan dalam memberi dan rasa syukur dalam menerima. Ajarannya menekankan bahwa nilai sejati dari pemberian bukanlah terletak pada besar kecilnya hadiah, melainkan pada niat tulus yang mendasarinya.

Seneca pernah menulis, “Hadiah tidak diukur dari apa yang diberikan, tetapi dari niat si pemberi.” Ia meyakini bahwa pemberian yang dilandasi oleh ketulusan hati akan menciptakan ikatan moral yang lebih kuat dibanding hadiah yang diberikan dengan pamrih atau tekanan sosial.

Makna Memberi dalam Filsafat Stoik

Dalam pandangan Stoikisme, memberi bukan sekadar tindakan sosial, tetapi merupakan bagian dari kebajikan. Orang bijak memberi bukan karena mengharapkan imbalan, melainkan karena itu adalah hal yang benar untuk dilakukan. Seneca menegaskan bahwa kita seharusnya memberi sebagaimana kita ingin menerima—dengan cepat, gembira, dan tanpa keraguan.

Ketulusan dalam memberi juga mencerminkan tingkat kendali diri dan keutuhan moral seseorang. Seseorang yang mampu memberi tanpa mengungkit, tanpa menyimpan perhitungan, dan tanpa menciptakan hutang budi adalah pribadi yang benar-benar merdeka secara batin.

Syukur sebagai Tanda Kebijaksanaan

Di sisi lain, menerima juga membutuhkan kebijaksanaan. Dalam dunia yang kadang terobsesi dengan balas jasa dan gengsi, Seneca mengajarkan bahwa syukur adalah bentuk penghormatan tertinggi terhadap pemberian. Menerima dengan rasa syukur berarti kita menghargai bukan hanya apa yang diberikan, tetapi juga niat baik yang menyertainya.