Marcus Aurelius: Kematian Tersenyum kepada Kita Semua, yang Bisa Kita Lakukan Hanyalah Membalas Senyum Itu

Marcus Aurelius
Marcus Aurelius
Sumber :
  • Cuplikan layar

Filsafat Stoik mengenal istilah memento mori—ingatlah bahwa kamu akan mati. Ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk membangkitkan semangat hidup yang sejati. Dalam kerangka itu, “membalas senyuman kematian” berarti menjalani hidup dengan berani, tanpa penyesalan, dan dengan sikap bahwa setiap hari adalah anugerah.

Ketakutan Terhadap Kematian di Era Modern

Di dunia modern, kematian sering menjadi topik yang dihindari. Ia dianggap tabu, suram, dan terlalu menyedihkan untuk dibicarakan. Namun ironisnya, justru dengan menghindari percakapan tentang kematian, banyak orang terjebak dalam kehidupan yang hampa. Mereka menumpuk kekayaan, mengejar jabatan, atau hidup untuk pencitraan, seakan kematian bisa diabaikan.

Padahal, seperti kata Marcus Aurelius, kematian tidak membeda-bedakan. Ia hadir untuk semua. Maka, jika kita berani menatapnya, kita justru akan hidup lebih tulus, lebih bermakna, dan lebih siap untuk menerima apa pun yang datang.

Membalas Senyuman Kematian: Bukan Sikap Pasrah, Tapi Keberanian

Mengapa “tersenyum kembali” kepada kematian menjadi simbol penting? Karena itu mencerminkan sikap batin yang kuat. Tersenyum bukan berarti menyerah atau pasrah. Tersenyum berarti menerima kenyataan tanpa dendam, tanpa penyesalan, dan tanpa rasa takut berlebihan.

Bayangkan seorang prajurit yang tahu bahwa esok ia akan bertempur. Ia sadar bahwa kemungkinan mati sangat besar. Namun ia tetap maju, bukan dengan rasa takut yang membelenggu, melainkan dengan kepala tegak dan hati yang damai. Inilah gambaran nyata dari ajaran Marcus Aurelius.