Jangan Memaksa Dunia Mengikuti Kehendakmu, Ikutlah Mengalir Dengannya– Nasihat Epictetus yang Menguatkan Jiwa

- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA – Dalam kehidupan modern yang penuh tekanan, ekspektasi, dan ambisi, banyak orang terjebak dalam kekecewaan karena dunia tidak berjalan sesuai keinginan mereka. Namun, dua ribu tahun yang lalu, seorang filsuf Stoik bernama Epictetus memberikan pelajaran mendalam tentang penerimaan dan kebijaksanaan hidup.
“Don’t seek for everything to happen as you wish it would, but rather wish that everything happens as it actually will—then your life will flow well.”
(Jangan mengharapkan segala sesuatu terjadi sesuai keinginanmu, tetapi harapkanlah bahwa segala sesuatu terjadi sebagaimana mestinya—maka hidupmu akan mengalir dengan baik.)
Menerima Takdir, Bukan Menyerah
Banyak yang salah paham bahwa Stoikisme mengajarkan pasrah dan tidak berbuat apa-apa. Sebaliknya, Stoikisme justru menekankan usaha terbaik dalam batas kendali kita, sambil menerima dengan lapang dada segala hasil yang terjadi di luar kendali kita.
Epictetus, yang dulunya seorang budak sebelum menjadi guru besar filsafat, memahami betul bahwa manusia tidak dapat mengendalikan dunia luar. Ia mengajarkan bahwa kedamaian batin sejati datang bukan dari mengatur dunia, tetapi dari menyelaraskan batin kita dengan realitas.
Relevansi dalam Era Modern: Dari Target Bisnis hingga Kehidupan Pribadi
Di dunia kerja, seseorang bisa bekerja keras, membuat strategi, dan menetapkan target, namun hasil akhirnya bisa dipengaruhi oleh banyak faktor tak terduga. Kegagalan sering kali dianggap sebagai kelemahan, padahal menurut Epictetus, itu adalah bagian dari alur kehidupan yang harus diterima.
Dalam kehidupan pribadi, banyak yang menderita karena ekspektasi tidak sesuai kenyataan: pasangan yang tidak memenuhi harapan, karier yang tidak melesat seperti yang diidamkan, atau rencana hidup yang hancur karena pandemi atau krisis. Pesan Epictetus memberi pelipur lara: bukan realitas yang menyakitkan, tapi ekspektasi kitalah yang menimbulkan penderitaan.
Filosofi Stoik: Fokus pada Hal yang Bisa Dikendalikan
Epictetus membagi dunia menjadi dua: hal-hal yang bisa kita kendalikan (seperti pikiran, sikap, keputusan), dan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan (seperti cuaca, opini orang lain, hasil usaha). Dengan memusatkan energi pada yang bisa kita kendalikan dan menerima sisanya, hidup menjadi lebih ringan dan penuh makna.
“Jangan berharap dunia berubah mengikuti keinginanmu, tetapi ubahlah dirimu agar sesuai dengan dunia—di sanalah kebijaksanaan berada,” tulis Epictetus dalam The Enchiridion, buku ringkas yang kini menjadi bacaan penting bagi pencari kedamaian batin.
Psikologi Modern Mendukung Pandangan Ini
Ilmu psikologi positif dan terapi kognitif perilaku (CBT), yang berkembang pesat di abad ke-20, banyak mengambil inspirasi dari ajaran Stoikisme. Terapis CBT sering meminta pasien membedakan antara “pikiran yang rasional” dan “pikiran yang distorsi”, serupa dengan konsep kendali dalam ajaran Epictetus.
Sebuah studi oleh Harvard Medical School menunjukkan bahwa orang yang mampu menerima keadaan sulit dan tetap bersikap positif memiliki ketahanan mental yang jauh lebih kuat dibanding mereka yang terus berusaha melawan keadaan tanpa kendali.
Mengalir dalam Realitas, Bukan Terkapar dalam Kecewa
Pesan Epictetus bukan untuk pasrah buta, tetapi agar kita hidup dengan bijak. Kita tetap berusaha, tetapi tidak menggantungkan kebahagiaan pada hasil. Kita tetap bercita-cita, tetapi tidak merusak diri ketika kenyataan tak sesuai harapan.
“Seseorang yang bijak bukanlah dia yang mendapatkan semua yang dia inginkan, tetapi dia yang bisa menikmati apa pun yang datang kepadanya.”