Mengapa Filsafat Yunani Kuno Relevan di Era Digital dan Kecerdasan Buatan?

- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA – Di tengah kemajuan teknologi yang luar biasa—dari kecerdasan buatan (AI), big data, hingga dunia metaverse—mungkin sulit membayangkan bahwa ajaran-ajaran filsuf Yunani Kuno masih memiliki tempat. Namun, justru dalam era digital yang serba cepat dan penuh ketidakpastian inilah, gagasan-gagasan klasik dari Socrates, Plato, Aristoteles, dan para pendahulunya kembali menggema. Filsafat Yunani Kuno tidak hanya hidup dalam buku sejarah, melainkan juga hadir sebagai fondasi pemikiran kritis dan refleksi etis dalam menghadapi tantangan teknologi modern.
Saat Dunia Semakin Canggih, Pertanyaan Dasar Kembali Mencuat
Kemajuan teknologi telah membuka potensi besar sekaligus krisis baru:
- Apa arti menjadi manusia di tengah kehadiran mesin cerdas?
- Apakah algoritma bisa menentukan kebenaran?
- Siapa yang bertanggung jawab atas keputusan AI?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan hal baru. Filsuf-filsuf Yunani telah mengajukan persoalan serupa ribuan tahun lalu—tentang logos (akal), ethos (moralitas), dan telos (tujuan hidup). Meskipun konteksnya berbeda, hakikat pencariannya tetap sama: memahami dunia dan posisi manusia di dalamnya.
Socrates dan Metode Dialektika: Relevansi dalam Era Hoaks
Di era informasi yang banjir data dan penuh disinformasi, pendekatan Socrates yang mempertanyakan segalanya melalui dialog terbuka sangat relevan. Alih-alih menerima kebenaran dari media sosial atau algoritma pencarian, Socrates mengajarkan kita untuk bertanya: