Socrates: Pengadilan, Hemlock, dan Warisannya yang Abadi
- Wikipedia
Jakarta, WISATA - Tahun 399 SM menjadi momen bersejarah dalam dunia filsafat ketika Socrates, salah satu filsuf paling terkenal dari Yunani Kuno, menghadapi pengadilan atas tuduhan “tidak beriman” dan “merusak generasi muda.” Pengadilan ini menandai akhir perjalanan hidup Socrates, tetapi sekaligus menjadi awal pengaruhnya yang abadi dalam tradisi filsafat Barat. Melalui catatan murid-muridnya, terutama Plato, pengadilan dan kematian Socrates menjadi simbol keberanian intelektual dan komitmen tanpa kompromi terhadap kebenaran.
Pengadilan Socrates: Tuduhan dan Vonis
Socrates diadili di bawah sistem demokrasi Athena oleh juri yang terdiri dari 501 warga. Tuduhan utama yang dilontarkan terhadapnya adalah asebeia (ketidakberimanan) terhadap dewa-dewa kota dan mengajarkan nilai-nilai yang dianggap menyimpang kepada pemuda Athena. Tuduhan ini lebih dari sekadar masalah teologis; latar belakang politik dan sosial Athena juga memainkan peran besar.
Athena pada waktu itu sedang dalam masa pemulihan setelah kekalahan dalam Perang Peloponnesian dan ketegangan politik yang diakibatkan oleh rezim oligarki Tiga Puluh Tiran. Beberapa mantan murid Socrates, termasuk Kritias, diketahui memiliki hubungan dengan rezim ini, sehingga nama Socrates diasosiasikan dengan ketidakstabilan politik.
Meski memiliki kesempatan untuk menghindari hukuman berat dengan menawarkan hukuman alternatif, Socrates justru mempertahankan posisinya. Ia dengan tegas menolak untuk meninggalkan filosofi hidupnya, yang berpusat pada pertanyaan tentang kebajikan dan kehidupan yang baik. Juri akhirnya menjatuhkan vonis bersalah dengan suara mayoritas kecil, dan Socrates dijatuhi hukuman mati dengan meminum racun hemlock.
Keberanian Socrates di Hadapan Kematian
Salah satu aspek yang paling mencolok dari pengadilan Socrates adalah bagaimana ia menghadapi tuduhan dan ancaman kematian dengan ketenangan luar biasa. Dalam Apologia, karya Plato yang mendokumentasikan pidato pembelaan Socrates, ia menyatakan bahwa “hidup yang tidak dipertimbangkan tidak layak untuk dijalani.”