Dendam, Kekuasaan, dan Pengkhianatan: Rahasia di Balik Pembunuhan Julius Caesar oleh Brutus
- Image Creator Bing/Handoko
Malang, WISATA - Pembunuhan Julius Caesar adalah salah satu peristiwa paling kontroversial dalam sejarah Romawi. Pada 15 Maret 44 SM, di Ides of March, Julius Caesar ditikam hingga tewas oleh sekelompok senator, termasuk sahabat dekatnya, Marcus Junius Brutus. Apa yang mendorong Brutus, seorang yang dikenal setia, untuk mengkhianati Caesar? Artikel ini mengungkap drama di balik pembunuhan tersebut.
Julius Caesar adalah seorang jenderal dan politisi yang ambisius. Setelah berhasil menaklukkan Gaul, ia kembali ke Roma sebagai pahlawan. Namun, ambisinya untuk menjadi pemimpin absolut membuatnya mendapat banyak musuh di Senat. Caesar diangkat sebagai diktator seumur hidup pada 44 SM, sebuah gelar yang tidak biasa di republik Romawi yang menghargai demokrasi.
Marcus Junius Brutus adalah seorang senator dan keponakan Caesar melalui jalur keluarga. Hubungan mereka sangat dekat, dan Caesar sering menunjukkan kepercayaan penuh kepada Brutus. Namun, situasi politik di Roma semakin memanas. Banyak senator merasa Caesar telah melampaui batas kekuasaannya dan berisiko mengubah republik menjadi monarki.
Brutus, yang dipengaruhi oleh tradisi keluarganya yang anti-monarki, akhirnya bergabung dengan kelompok konspirator. Mereka percaya bahwa membunuh Caesar adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan republik.
Pada pagi 15 Maret 44 SM, Caesar pergi ke Senat tanpa penjagaan yang memadai. Kelompok konspirator, yang dipimpin oleh Cassius dan Brutus, menyergapnya di Theater Pompey. Caesar ditikam 23 kali. Ketika menyadari bahwa Brutus, orang yang dianggapnya seperti anak sendiri, ikut menyerang, Caesar konon mengucapkan kata-kata terakhir yang terkenal: "Et tu, Brute?"
Alih-alih menyelamatkan republik, pembunuhan Caesar justru memicu perang saudara yang berakhir dengan berdirinya Kekaisaran Romawi di bawah Augustus, penerus dan keponakan Caesar. Brutus dan Cassius akhirnya kalah dalam Pertempuran Philippi dan memilih bunuh diri.
Kisah Julius Caesar dan Brutus adalah pengingat bahwa politik selalu dipenuhi ambisi, pengkhianatan, dan tragedi. Apa yang tampak sebagai tindakan heroik bagi satu pihak, bisa menjadi pengkhianatan bagi pihak lain.