Siapa yang Bertanggung Jawab atas Maraknya Tren YOLO, FOMO, dan FOPO di Indonesia?

Gaya Hidup YOLO, FOMO dan FOPO
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Tren gaya hidup YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People's Opinions) semakin mendominasi perilaku generasi muda di Indonesia. Fenomena ini menciptakan dorongan kuat untuk mengejar kehidupan yang glamor, penuh petualangan, dan diakui oleh banyak orang, terutama di media sosial. Namun, di balik tren ini, ada pertanyaan besar yang perlu dijawab: siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas maraknya gaya hidup ini?

Apakah pengaruh media sosial yang tidak terkontrol, lingkungan sosial, atau kebijakan pemerintah yang kurang tegas? Artikel ini akan membahas akar permasalahan serta pihak-pihak yang mungkin berperan dalam fenomena ini, sambil melihat dampaknya terhadap kehidupan generasi muda di Indonesia.

1. Pengaruh Media Sosial dan Teknologi

Salah satu faktor terbesar yang mendorong tren YOLO, FOMO, dan FOPO di kalangan anak muda adalah media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook memungkinkan pengguna untuk berbagi momen terbaik dalam hidup mereka—momen yang penuh dengan kemewahan, perjalanan ke destinasi eksotis, dan aktivitas yang menarik perhatian.

Namun, apa yang sering tidak disadari oleh banyak orang adalah bahwa gaya hidup yang ditampilkan di media sosial sering kali jauh dari kenyataan. Algoritma media sosial memprioritaskan konten yang menarik perhatian, sehingga mendorong orang untuk membagikan momen terbaik dan paling spektakuler. Hal ini memicu perasaan FOMO di kalangan pemirsa, yang takut mereka akan tertinggal jika tidak melakukan hal yang sama.

Para influencer di media sosial juga berperan penting dalam menyebarkan gaya hidup YOLO dan FOMO. Dengan jutaan pengikut, mereka mampu menciptakan tren dan mempengaruhi cara berpikir generasi muda. Postingan mereka yang sering kali menampilkan kemewahan dan kesuksesan dapat memicu FOPO, membuat banyak anak muda khawatir tentang bagaimana mereka dilihat oleh orang lain jika mereka tidak bisa mencapai standar yang sama.

2. Peran Orang Tua dan Keluarga