Siapa yang Bertanggung Jawab atas Maraknya Tren YOLO, FOMO, dan FOPO di Indonesia?
- Image Creator Bing/Handoko
Di balik fenomena tren ini, keluarga juga memiliki peran penting. Pola asuh yang terlalu permisif atau sebaliknya, terlalu menekan, dapat memicu rasa ketidakpuasan di kalangan anak muda. Mereka mungkin merasa bahwa satu-satunya cara untuk "berhasil" adalah dengan tampil sukses di mata teman-teman mereka atau orang lain. Banyak dari mereka merasa bahwa untuk diakui oleh lingkungannya, mereka harus menjalani gaya hidup yang penuh dengan pencapaian instan, tanpa memperhitungkan risiko yang terlibat.
Kurangnya pengawasan dan bimbingan dari orang tua juga menjadi masalah besar. Di era digital seperti sekarang, orang tua sering kali tidak menyadari dampak negatif dari media sosial terhadap anak-anak mereka. Beberapa dari mereka bahkan mendukung atau membiarkan anak-anak mereka terlibat dalam budaya konsumtif dan glamor yang dipromosikan oleh tren YOLO, FOMO, dan FOPO. Padahal, tanpa edukasi yang tepat mengenai manajemen keuangan, banyak dari anak muda ini akhirnya terjebak dalam lingkaran utang atau keputusan-keputusan berisiko lainnya.
3. Lingkungan Sosial dan Tekanan Kelompok
Lingkungan sosial dan teman sebaya juga menjadi faktor yang memperkuat tren ini. Tekanan dari teman-teman untuk terlihat "keren" atau "berhasil" membuat banyak generasi muda merasa perlu mengikuti arus. Dalam kelompok pertemanan, mereka sering kali berusaha untuk menyesuaikan diri dengan standar yang tidak realistis.
Menurut beberapa survei, lebih dari 70% generasi muda Indonesia mengaku bahwa mereka sering merasa tertekan untuk mengikuti tren terbaru hanya agar tidak dianggap ketinggalan. Mereka takut dikucilkan atau dihakimi oleh lingkungan sosial mereka jika tidak bisa mengikuti gaya hidup yang mewah atau terlihat sukses.
4. Pengaruh Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah
Tidak bisa dipungkiri bahwa faktor ekonomi juga mempengaruhi gaya hidup YOLO, FOMO, dan FOPO. Meskipun ekonomi Indonesia terus berkembang, kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin semakin terasa. Akses terhadap barang-barang mewah dan gaya hidup tinggi hanya dimiliki oleh segelintir orang, namun banyak generasi muda yang merasa perlu untuk mengikuti jejak tersebut agar tidak tertinggal.