Pemikiran Socrates tentang Moralitas: Apakah Etika Lahir dari Jiwa atau Lingkungan?

Socrates di tengah Warga Athena (ilustrasi)
Sumber :
  • Handoko/Istimewa

Malang, WISATA - Socrates, salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah filsafat Barat, telah meninggalkan warisan yang mendalam tentang moralitas dan etika. Melalui dialog-dialog yang terkenal, filsuf ini menjelajahi pertanyaan mendasar yang masih relevan hingga saat ini: Apakah etika, atau rasa moralitas, lahir dari jiwa manusia atau dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor eksternal?

Pertanyaan ini tidak hanya menjadi dasar pemikiran filosofis Socrates tetapi juga mencerminkan pencariannya akan kebaikan dan kebajikan dalam kehidupan. Baginya, moralitas bukan sekadar serangkaian aturan yang ditetapkan oleh masyarakat, melainkan pencerminan dari kebenaran yang lebih mendalam yang berkaitan dengan jiwa manusia.

Moralitas dalam Pandangan Socrates

Socrates meyakini bahwa kebajikan (atau areté) adalah pengetahuan, dan kebajikan itu melekat pada jiwa manusia. Baginya, orang yang benar-benar tahu apa yang baik pasti akan melakukan kebaikan. Hal ini berbeda dengan pandangan moralitas yang dianggap sebagai sekadar kepatuhan terhadap norma atau aturan sosial.

Socrates tidak memandang kebajikan sebagai sesuatu yang diperoleh dari lingkungan atau pendidikan luar semata. Sebaliknya, ia percaya bahwa moralitas adalah bagian dari struktur internal manusia yang dapat ditemukan melalui introspeksi dan refleksi diri. Ini dapat dilihat dalam dialog-dialog Socratic, di mana dia terus-menerus mendorong lawan bicaranya untuk mempertanyakan dan menggali lebih dalam tentang keyakinan mereka sendiri.

Pandangan ini mencerminkan kepercayaan Socrates bahwa jiwa manusia, pada intinya, mengandung potensi untuk mencapai kebajikan. Hanya melalui pencarian dan pemahaman akan kebajikan inilah seseorang dapat hidup secara moral.

Jiwa sebagai Sumber Moralitas