Kisah Para Sufi: Bayazid Bistami, Ketika Tuhan Didekati dengan Kepasrahan Total

Perjalanan Sufi
Perjalanan Sufi
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Bayazid menjalani kehidupan yang penuh kontemplasi. Ia bukan hanya pemikir atau pengucap kata-kata indah, tetapi seorang pengamal sejati. Ia pernah berpuasa selama bertahun-tahun, hanya berbicara jika benar-benar diperlukan, dan menghindari popularitas serta pujian.

Salah satu cerita inspiratif tentangnya adalah ketika ia bermimpi naik ke langit dan melihat takdirnya digantung di hadapan Allah. Dalam mimpi itu, ia mendengar suara: "Engkau adalah hamba-Ku. Jika engkau mencintai-Ku, tinggalkan dirimu." Sejak saat itu, Bayazid memulai fase hidupnya yang paling keras: meninggalkan keinginan diri sepenuhnya.

Ia menjelajahi banyak kota, bertemu sufi-sufi lain, dan terus memurnikan hati. Bagi Bayazid, perjalanan spiritual bukanlah tentang pengetahuan, tetapi tentang pengalaman langsung dan kebersihan hati.

Warisan Pemikiran yang Abadi

Meski tidak meninggalkan karya tulis secara sistematis, pemikiran dan kisah Bayazid terus diwariskan secara lisan dan tercatat oleh para murid serta pencatat sejarah sufisme. Ia menjadi inspirasi bagi banyak tokoh besar lainnya, termasuk Al-Hallaj, Rumi, dan bahkan kalangan mistikus di luar Islam.

Warisan utama Bayazid adalah keteladanan dalam keberanian spiritual: berani meleburkan diri dalam cinta Ilahi, tanpa takut dicap sesat atau berbeda.

Dalam dunia modern yang serba cepat dan penuh egoisme, pesan Bayazid menjadi napas segar. Ia mengajarkan kita untuk melepaskan kemelekatan, menenangkan pikiran, dan berserah diri pada kehendak Tuhan—tanpa harus kehilangan makna hidup atau identitas diri.