Kisah Para Sufi: Bayazid Bistami, Ketika Tuhan Didekati dengan Kepasrahan Total

Perjalanan Sufi
Perjalanan Sufi
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Kepasrahan yang diajarkan Bayazid bukanlah menyerah dalam arti negatif. Melainkan, ia mengajak manusia untuk melepaskan ego, kesombongan, dan keinginan duniawi, sehingga hanya kehendak Ilahi yang menjadi penentu hidup. Ia percaya bahwa selama manusia masih mempertahankan kehendaknya sendiri, maka ia belum sepenuhnya mengenal Tuhan.

Dalam syair dan ucapannya, Bayazid kerap menggambarkan betapa manusia harus bersih dari segala bentuk "diri" untuk dapat menampung kehadiran Tuhan.

Sufi yang Berani Menyuarakan Ketuhanan dengan Cinta

Bayazid sering disebut sebagai “sufi pemberontak” karena kata-katanya yang provokatif dan sulit dipahami masyarakat awam. Ia tidak takut untuk menyuarakan pengalaman mistiknya, meski sering disalahartikan sebagai bentuk kesesatan.

Namun para ahli tarekat memahami bahwa Bayazid sedang berbicara dari maqam ruhani yang sangat tinggi. Ia tidak lagi menyuarakan suara diri, tetapi gema cinta Tuhan yang meluap dari dalam dirinya. Ia sering berkata, “Aku pergi dari Tuhan ke Tuhan, dengan Tuhan.”

Ia tidak menggunakan pendekatan intelektual semata, tetapi mengajak umat untuk mengalami Tuhan secara langsung melalui cinta dan kepasrahan. Menurutnya, hanya dengan cinta dan penghapusan ego, manusia bisa mengenal hakikat sejati dari Sang Pencipta.

Antara Kontemplasi dan Praktik Spiritual