Ketidakpuasan Bangsawan Jawa: Konflik Internal yang Membakar Api Perlawanan

Ilustrasi Perang Jawa
Ilustrasi Perang Jawa
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Namun, pemerintahan Hamengkubuwono IV tidak bertahan lama. Ia meninggal secara mendadak pada tahun 1822, dan kembali terjadi perebutan kekuasaan di keraton.

Belanda sekali lagi ikut campur dalam suksesi kerajaan dengan mengangkat Hamengkubuwono V, yang saat itu masih berusia 3 tahun. Dengan demikian, pemerintahan kesultanan dikendalikan oleh wali raja yang setia kepada Belanda.

Keputusan ini semakin memicu ketidakpuasan di kalangan bangsawan, termasuk Pangeran Diponegoro, yang melihat intervensi Belanda sebagai bentuk penghinaan terhadap adat dan kedaulatan kerajaan.

2. Kebijakan Belanda yang Merugikan Bangsawan Jawa

Selain campur tangan dalam urusan politik, Belanda juga mulai mengurangi hak-hak istimewa para bangsawan.

Sebelumnya, para ningrat memiliki hak untuk menarik pajak dari tanah-tanah yang mereka kuasai. Namun, Belanda mengubah sistem ini dengan mengalihkan kontrol pajak langsung ke pemerintah kolonial.

Akibatnya, banyak bangsawan kehilangan sumber pendapatan mereka. Mereka tidak lagi memiliki kendali atas tanah mereka sendiri, sementara rakyat biasa dipaksa membayar pajak yang lebih tinggi kepada Belanda.

Ketidakpuasan ini semakin besar ketika Belanda juga membatasi kekuasaan bangsawan dalam pemerintahan. Jabatan-jabatan penting yang dulunya dipegang oleh keluarga kerajaan mulai diberikan kepada pejabat kolonial atau bangsawan yang dianggap lebih loyal kepada Belanda.